REAKSI REDOKS, ELEKTROKIMIA, DAN ELEKTROLISIS
Reaksi Redoks dan Sel Volta
Reaksi Redoks adalah reaksi yang
didalamnya terjadi perpindahan elektron secara berurutan dari satu spesies
kimia ke spesies kimia lainnya, yang sesungguhnya terdiri atas dua reaksi yang
berbeda, yaitu oksidasi (kehilangan elektron) dan reduksi (memperoleh
elektron). Reaksi ini merupakan pasangan, sebab elektron yang hilang pada
reaksi oksidasi sama dengan elektron yang diperoleh pada reaksi reduksi.
Masing-masing reaksi (oksidasi dan reduksi) disebut reaksi
paruh (setengah reaksi), sebab diperlukan dua setengah reaksi
ini untuk membentuk sebuah reaksi dan reaksi keseluruhannya disebut reaksi
redoks.
Ada tiga definisi yang dapat digunakan untuk oksidasi,
yaitu kehilangan elektron, memperoleh oksigen, atau kehilangan
hidrogen. Dalam pembahasan ini, kita menggunakan definisi kehilangan
elektron. Sementara definisi lainnya berguna saat menjelaskan proses
fotosintesis dan pembakaran.
Oksidasi adalah reaksi dimana suatu senyawa kimia
kehilangan elektron selama perubahan dari reaktan menjadi produk. Sebagai
contoh, ketika logam Kalium bereaksi dengan gas Klorin membentuk garam Kalium
Klorida (KCl), logam Kalium kehilangan satu elektron yang kemudian akan
digunakan oleh klorin. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
K
—–> K+ + e-
Ketika Kalium kehilangan elektron, para
kimiawan mengatakan bahwa logam Kalium itu telah teroksidasi menjadi
kation Kalium.
Seperti halnya oksidasi, ada tiga
definisi yang dapat digunakan untuk menjelaskan reduksi, yaitu memperoleh
elektron, kehilangan oksigen, atau memperoleh hidrogen. Reduksi
sering dilihat sebagai proses memperoleh elektron. Sebagai contoh, pada
proses penyepuhan perak pada perabot rumah tangga, kation perak direduksi
menjadi logam perak dengan cara memperoleh elektron. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
Ag+
+ e- ——> Ag
Ketika mendapatkan elektron, para kimiawan
mengatakan bahwa kation perak telah tereduksi menjadi logam perak.
Baik oksidasi maupun reduksi tidak
dapat terjadi sendiri, harus keduanya. Ketika elektron tersebut hilang, sesuatu
harus mendapatkannya. Sebagai contoh, reaksi yang terjadi antara logam seng
dengan larutan tembaga (II) sulfat dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi
berikut :
Zn(s)
+ CuSO4(aq) ——> ZnSO4(aq) + Cu(s)
Zn(s)
+ Cu2+(aq) ——> Zn2+(aq) +
Cu(s) (persamaan ion bersih)
Sebenarnya,
reaksi keseluruhannya terdiri atas dua reaksi paruh :
Zn(s)
——> Zn2+(aq) + 2e-
Cu2+(aq)
+ 2e- ——> Cu(s)
Logam seng kehilangan dua elektron, sedangkan
kation tembaga (II) mendapatkan dua elektron yang sama. Logam seng teroksidasi.
Tetapi, tanpa adanya kation tembaga (II), tidak akan terjadi suatu apa pun.
Kation tembaga (II) disebut zat pengoksidasi (oksidator). Oksidator menerima
elektron yang berasal dari spesies kimia yang telah teroksidasi.
Sementara kation tembaga (II) tereduksi
karena mendapatkan elektron. Spesies yang memberikan elektron disebut zat
pereduksi (reduktor). Dalam hal ini, reduktornya adalah logam seng.
Dengan demikian, oksidator adalah spesies yang tereduksi dan reduktor
adalah spesies yang teroksidasi. Baik oksidator maupun reduktor
berada di ruas kiri (reaktan) persamaan redoks.
Elektrokimia adalah salah satu dari
cabang ilmu kimia yang mengkaji tentang perubahan bentuk energi listrik menjadi
energi kimia dan sebaliknya. Proses elektrokimia melibatkan reaksi redoks.
Proses transfer elektron akan menghasilkan sejumlah energi listrik. Aplikasi elektrokimia
dapat diterapkan dalam dua jenis sel, yaitu sel volta dan sel
elektrolisis. Sebelum membahas kedua jenis sel tersebut, kita terlebih
dahulu akan mempelajari metode penyetaraan reaksi redoks.
Berikut ini penjelasan sekilas tentang metode
setengah reaksi : persamaan redoks yang belum setara diubah menjadi
persamaan ion dan kemudian dipecah menjadi dua reaksi paruh, yaitu reaksi oksidasi
dan reaksi reduksi; setiap reaksi paruh ini disetarakan dengan terpisah dan
kemudian digabungkan untuk menghasilkan ion yang telah disetarakan; akhirnya,
ion-ion pengamat kembali dimasukkan ke persamaan ion yang telah disetarakan,
mengubah reaksi menjadi bentuk molekulnya.
Sebagai contoh, saya akan menjelaskan
langkah-langkah untuk menyetarakan persamaan redoks berikut :
Fe2+(aq) + Cr2O72-(aq)
——> Fe3+(aq) + Cr3+(aq)
1.
Menuliskan persamaan reaksi keseluruhan
Fe2+ + Cr2O72-
——> Fe3+ + Cr3+
2.
Membagi reaksi menjadi dua reaksi paruh
Fe2+ ——> Fe3+
Cr2O72-
——> Cr3+
3.
Menyetarakan jenis atom dan jumlah atom dan muatan pada masing-masing setengah
reaksi; dalam suasana asam, tambahkan H2O untuk menyetarakan
atom O dan H+ untuk menyetarakan atom H
Fe2+ ——> Fe3+ +
e-
6 e- + 14 H+ + Cr2O72-
——> 2 Cr3+ + 7 H2O
4.
Menjumlahkan kedua setengah reaksi; elektron pada kedua sisi harus
saling meniadakan; jika oksidasi dan reduksi memiliki jumlah
elektron yang berbeda, maka harus disamakan terlebih dahulu
6 Fe2+ ——> 6 Fe3+ +
6 e- ……………… (1)
6 e- + 14 H+ + Cr2O72-
——> 2 Cr3+ + 7 H2O ……………… (2)
6 Fe2+ + 14 H+ + Cr2O72-
——> 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O …………………
[(1) + (2)]
5.
Mengecek kembali dan yakin bahwa kedua ruas memiliki jenis atom dan jumlah atom
yang sama, serta memiliki muatan yang sama pada kedua ruas persamaan reaksi
Untuk reaksi yang berlangsung dalam suasana
basa, tambahkan ion OH- dalam jumlah yang sama dengan ion H+
pada masing-masing ruas untuk menghilangkan ion H+. Persamaan reaksi
tersebut berubah menjadi sebagai berikut :
6 Fe2+ + 14 H+ + 14
OH- + Cr2O72- ——> 6
Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O + 14 OH-
6 Fe2+ + 14 H2O
+ Cr2O72- ——> 6 Fe3+ + 2
Cr3+ + 7 H2O + 14 OH-
6 Fe2+ + 7 H2O +
Cr2O72- ——> 6 Fe3+ + 2 Cr3+
+ 14 OH-
Berikut
ini adalah contoh lain penyelesaian penyetaraan persamaan reaksi redoks :
Cu(s) + HNO3(aq) ——>
Cu(NO3)2(aq) + NO(g) + H2O(l)
1.
Mengubah reaksi redoks yang belum disetarakan menjadi bentuk ion
Cu + H+ + NO3-
——> Cu2+ + 2 NO3- + NO + H2O
2.
Menentukan bilangan oksidasi dan menuliskan dua setengah reaksi
(oksidasi dan reduksi) yang menunjukkan spesies kimia yang telah mengalami
perubahan bilangan oksidasi
Cu ——> Cu2+
NO3- ——> NO
3.
Menyetarakan semua atom, dengan pengecualian untuk oksigen dan hidrogen
Cu ——> Cu2+
NO3- ——> NO
4.
Menyetarakan atom oksigen dengan menambahkan H2O pada ruas yang
kekurangan oksigen
Cu ——> Cu2+
NO3- ——> NO + 2 H2O
5.
Menyetarakan atom hidrogen dengan menambahkan H+ pada ruas yang
kekurangan hidrogen
Cu ——> Cu2+
4 H+ + NO3-
——> NO + 2 H2O
6.
Menyetarakan muatan ion pada setiap ruas setengah reaksi dengan
menambahkan elektron
Cu ——> Cu2+ + 2 e-
3 e- + 4 H+ + NO3-
——> NO + 2 H2O
7.
Menyetarakan kehilangan elektron dengan perolehan elektron antara kedua setengah
reaksi
3 Cu ——> 3 Cu2+ + 6 e-
6 e- + 8 H+ + 2 NO3-
——> 2 NO + 4 H2O
8.
Menggabungkan kedua reaksi paruh tersebut dan menghilangkan spesi yang
sama di kedua sisi; elektron selalu harus dihilangkan (jumlah elektron di
kedua sisi harus sama)
3 Cu ——> 3 Cu2+ + 6 e- ……………………..
(1)
6 e- + 8 H+ + 2 NO3
——> 2 NO + 4 H2O …………………….. (2)
3 Cu + 8 H+ + 2 NO3-
——> 3 Cu2+ + 2 NO + 4 H2O …………………………….. [(1) + (2)]
9.
Mengubah persamaan reaksi kembali ke bentuk molekulnya dengan menambahkan ion
pengamat
3 Cu + 8 H+ + 2 NO3-
+ 6 NO3- ——> 3 Cu2+ + 2 NO + 4 H2O
+ 6 NO3-
3 Cu + 8 HNO3 ——> 3
Cu(NO3)2 + 2 NO + 4 H2O
10.
Memeriksa kembali untuk meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara, semua
muatannya telah setara, dan semua koefisiennya ada dalam bentuk bilangan bulat
terkecil
Metode lain yang digunakan dalam menyetarakan
persamaan reaksi redoks adalah metode perubahan bilangan oksidasi (PBO).
Saya akan menjelaskan langkah-langkah penyetaraan reaksi redoks dengan metode
PBO melalu contoh berikut :
MnO4-(aq) +
C2O42-(aq) ——> Mn2+(aq)
+ CO2(g)
1.
Menentukan bilangan oksidasi masing-masing unsur
MnO4- + C2O42-
——> Mn2+ + CO2
+7 -2 +3 -2 +2 +4 -2
2.
Menentukan unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi serta besarnya
perubahan bilangan oksidasi
Mn mengalami perubahan bilangan oksidasi dari
+7 menjadi +2; besarnya perubahan bilangan oksidasi (Δ) sebesar 5
C mengalami perubahan bilangan oksidasi dari
+3 menjadi +4; besarnya perubahan bilangan okisdasi (Δ) sebesar 1
3.
Mengalikan perubahan bilangan oksidasi (Δ) dengan jumlah atom yang mengalami
perubahan bilangan oksidasi
Mn : Δ = 5 x 1 = 5
C : Δ = 1 x 2 = 2
4.
Menyamakan jumlah atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi pada
masing-masing ruas
MnO4- + C2O42-
——> Mn2+ + 2 CO2
5.
Menyamakan perubahan bilangan oksidasi (Δ); bilangan pengali dijadikan sebagai
koefisien reaksi baru
Mn dikalikan 2 dan C dikalikan 5, sehingga Δ
kedua unsur sama, yaitu sebesar 10
2 MnO4- + 5 C2O42-
——> 2 Mn2+ + 10 CO2
6.
Dalam tahap ini, reaksi hampir selesai disetarakan; selanjutnya atom O dapat disetarakan
dengan menambahkan H2O pada ruas yang kekurangan atom O; sementara
untuk menyetarakan atom H, gunakan H+
16 H+ + 2 MnO4-
+ 5 C2O42- ——> 2
Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
7.
Memeriksa kembali untuk meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara, semua muatannya
telah setara, dan semua koefisiennya ada dalam bentuk bilangan bulat terkecil
Untuk reaksi yang berlangsung dalam suasana
basa, tambahkan ion OH- dalam jumlah yang sama dengan ion H+
pada masing-masing ruas untuk menghilangkan ion H+. Persamaan reaksi
tersebut berubah menjadi sebagai berikut :
16 OH- + 16 H+ + 2 MnO4-
+ 5 C2O42- ——> 2 Mn2+
+ 10 CO2 + 8 H2O + 16 OH-
16 H2O + 2 MnO4-
+ 5 C2O42- ——> 2 Mn2+
+ 10 CO2 + 8 H2O + 16 OH-
8 H2O + 2 MnO4-
+ 5 C2O42- ——> 2 Mn2+
+ 10 CO2 + 16 OH-
contoh
penyelesaian persamaan reaksi redoks dengan metode PBO :
MnO(s) + PbO2(s) + HNO3(aq)
——> HMnO4(aq) + Pb(NO3)2(aq) + H2O(l)
1.
Mengubah reaksi redoks yang belum disetarakan menjadi bentuk ion
MnO + PbO2 + H+ + NO3‑
——> H+ + MnO4- + Pb2+ + 2 NO3-
+ H2O
2.
Menentukan bilangan oksidasi masing-masing unsur
MnO + PbO2 + H+ +
NO3‑ ——> H+ + MnO4- +
Pb2+ + 2 NO3- + H2O
+2 -2 +4 -2 + 1 +5 -2 +1 +7 -2 +2
+5 -2 +1 -2
3.
Menuliskan kembali semua unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi; ion
pengamat tidak disertakan
MnO + PbO2 ——> MnO4-
+ Pb2+
+2 -2 +4 -2 +7 -2 +2
4.
Menentukan unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi serta besarnya
perubahan bilangan oksidasi
Mn mengalami perubahan bilangan oksidasi dari
+2 menjadi +7; besarnya perubahan bilangan oksidasi (Δ) sebesar 5
Pb mengalami perubahan bilangan oksidasi dari
+4 menjadi +2; besarnya perubahan bilangan okisdasi (Δ) sebesar 2
5.
Mengalikan perubahan bilangan oksidasi (Δ) dengan jumlah atom yang mengalami
perubahan bilangan oksidasi
Mn : Δ = 5 x 1 = 5
Pb : Δ = 2 x 1 = 2
6.
Menyamakan jumlah atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi pada
masing-masing ruas
MnO + PbO2 ——> MnO4-
+ Pb2+
7.
Menyamakan perubahan bilangan oksidasi (Δ); bilangan pengali dijadikan sebagai
koefisien reaksi baru
Mn dikalikan 2 dan Pb dikalikan 5, sehingga Δ
kedua unsur sama, yaitu sebesar 10
2 MnO + 5 PbO2 ——> 2 MnO4-
+ 5 Pb2+
8.
Dalam tahap ini, reaksi hampir selesai disetarakan; selanjutnya atom O dapat
disetarakan dengan menambahkan H2O pada ruas yang kekurangan atom O;
sementara untuk menyetarakan atom H, gunakan H+
8 H+ + 2 MnO + 5 PbO2
——> 2 MnO4- + 5 Pb2+ + 4
H2O
9.
Mengubah persamaan reaksi kembali ke be ntuk molekulnya dengan menambahkan ion
pengamat
10
NO3- + 2 H+ + 8 H+ + 2 MnO + 5
PbO2 ——> 2 MnO4- + 5 Pb2+ + 4 H2O
+ 2 H+ + 10 NO3-
2 MnO + 5 PbO2 + 10 HNO3 ——>
2 HMnO4 + 5 Pb(NO3)2 + 4 H2O
10.
Memeriksa kembali untuk meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara, semua
muatannya telah setara, dan semua koefisiennya ada dalam bentuk bilangan bulat
terkecil
Pada pembahasan sebelumnya, kita telah
mengetahui bahwa saat sepotong logam seng dicelupkan ke dalam larutan tembaga
(II) sulfat, akan terjadi reaksi redoks. Logam seng akan teroksidasi menjadi
ion Zn2+, sementara ion Cu2+ akan tereduksi menjadi logam
tembaga yang menutupi permukaan logam seng. Persamaan untuk reaksi ini adalah
sebagai berikut :
Zn(s) + Cu2+(aq)
——> Zn2+(aq) + Cu(s)
Ini merupakan contoh perpindahan elektron
langsung. Logam seng memberikan dua elektron (menjadi teroksidasi)
ke ion Cu2+ yang menerima kedua elektron tersebut (mereduksinya menjadi
logam tembaga). Logam tembaga akan melapisi permukaan logam seng.
Seandainya kedua reaksi paruh tersebut
dapat dipisahkan, sehingga ketika logam seng teroksidasi, elektron akan
dilepaskan dan dialirkan melalui kawat penghantar untuk mencapai ion Cu2+ (perpindahan
elektron tidak langsung), kita akan mendapatkan sesuatu yang bermanfaat.
Selama reaksi kimia berlangsung, akan terjadi aliran elektron yang menghasilkan
energi listrik. Peralatan yang dapat mengubah energi kimia (reaksi
redoks) menjadi arus listrik (aliran elektron = energi
listrik) dikenal dengan Sel Volta atau Sel Galvani.
Salah satu contoh sel volta yang
sering digunakan para kimiawan adalah Sel Daniell. Sel volta ini
menggunakan reaksi antara logam Zn dan ion Cu2+ untuk menghasilkan
listrik. Sel Daniell diberi nama menurut penemunya, John Frederic
Daniell, seorang kimiawan Inggris yang menemukannya pada tahun 1836).
Pada Sel Daniell, sepotong logam seng
dimasukkan ke dalam larutan seng (II) sulfat, ZnSO4(aq), pada satu
wadah. Sementara, sepotong logam tembaga juga dimasukkan ke dalam larutan
tembaga (II) sulfat, CuSO4(aq), pada wadah lainnya. Potongan logam
tersebut disebut elektroda yang berfungsi sebagai ujung akhir atau
penampung elektron.
Kawat penghantar akan menghubungkan
elektroda-elektrodanya. Selanjutnya, rangkaian sel dilengkapi pula dengan jembatan
garam. Jembatan garam, biasanya berupa tabung berbentuk U yang
terisi penuh dengan larutan garam pekat, memberikan jalan bagi ion untuk
bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya untuk menjaga larutan agar muatan
listriknya tetap netral.
Sel Daniell bekerja atas dasar prinsip reaksi
redoks. Logam seng teroksidasi dan membebaskan elektron yang
mengalir melalui kawat menuju elektroda tembaga. Selanjutnya, elektron tersebut
digunakan oleh ion Cu2+ yang mengalami reduksi membentuk
logam tembaga. Ion Cu2+ dari larutan tembaga (II) sulfat akan
melapisi elektroda tembaga, sedangkan elektroda seng semakin berkurang (habis).
Kation-kation di dalam jembatan garam berpindah ke wadah yang mengandung
elektroda tembaga untuk menggantikan ion tembaga yang semakin habis.
Sebaliknya, anion-anion pada jembatan garam berpindah ke sisi elektroda
seng, yang menjaga agar larutan yang mengandung ion Zn2+ tetap
bermuatan listrik netral.
Elektroda seng disebut anoda, yaitu
elektroda yang menjadi tempat terjadinya reaksi oksidasi. Oleh karena anoda
melepaskan elektron, maka anoda kaya akan elektron sehingga diberi tanda
negatif (kutub negatif). Sementara, elektroda tembaga disebut katoda,
yaitu elektroda yang menjadi tempat terjadinya reaksi reduksi. Oleh
karena katoda menerima elektron, maka katoda kekurangan elektron
sehingga diberi tanda positif (kutub positif).
Reaksi
yang terjadi pada masing-masing elektroda (reaksi setengah sel) adalah
sebagai berikut :
Anoda (-) : Zn(s) ——> Zn2+(aq)
+ 2e- ……………………. (1)
Katoda (+) : Cu2+(aq) +
2e- ——> Cu(s) ……………………. (2)
Reaksi Sel : Zn(s) + Cu2+(aq)
——> Zn2+(aq) + Cu(s) …………………………… [(1) +
(2)]
Munculnya arus listrik (aliran elektron) yang
terjadi dari anoda menuju katoda disebabkan oleh perbedaan
potensial elektrik antara kedua elektroda tersebut. Melalui percobaan,
perbedaan potensial elektrik antara katoda dan anoda dapat diukur dengan voltmeter
dan hasilnya berupa potensial standar sel (E°sel).
Semakin besar perbedaan potensial elektrik, semakin besar pula arus
listrik dan potensial standar sel yang dihasilkan.
Reaksi yang terjadi pada sel volta dapat
dinyatakan dalam bentuk yang lebih ringkas, yaitu notasi sel. Sesuai
dengan kesepakatan, reaksi oksidasi dinyatakan di sisi kiri, sementara
reaksi reduksi dinyatakan di sisi kanan. Notasi sel untuk Sel
Daniell adalah sebagai berikut :
Zn(s) / Zn2+(aq)
// Cu2+(aq) / Cu(s)
Saat konsentrasi ion Cu2+ dan Zn2+
masing-masing 1 M, terlihat pada voltmeter bahwa besarnya potensial
standar sel (E°sel) bagi Sel Daniell adalah 1,10 V pada
suhu 25°C. Oleh karena reaksi sel merupakan hasil penjumlahan dari dua reaksi
setengah sel, maka potensial s
tandar sel merupakan hasil penjumlahan dari dua potensial
standar setengah sel. Pada Sel Daniell, potensial standar sel merupakan
hasil penjumlahan potensial elektroda Cu dan Zn. Dengan mengetahui potensial
standar dari masing-masing elektroda, kita dapat menentukan besarnya potensial
standar sel lain yang terbentuk. Potensial yang digunakan dalam
pemahasan ini adalah potensial standar reduksi.
Potensial standar reduksi masing-masing elektroda
dapat ditentukan dengan membandingkannya terhadap elektroda standar (acuan),
yaitu elektroda hidrogen standar (SHE = Standard Hydrogen Electrode).
Keadaan standar yang dimaksud adalah saat tekanan gas H2 sebesar 1
atm, konsentrasi larutan ion H+ sebesar 1 M, dan dan pengukuran
dilakukan pada suhu 25°C. Sesuai dengan kesepakatan, SHE memiliki potensial
standar reduksi sebesar nol (E°red SHE = 0).
2 H+ (1 M) + 2 e-
——> H2 (1 atm) E°red = 0 V
SHE dapat digunakan untuk menentukan besarnya potensial
standar reduksi (E°red) elektroda lainnya. Dengan demikian, kita
dapat menyusun suatu daftar yang berisi urutan nilai E°red elektroda-elektroda,
dari yang terkecil (paling negatif) hingga yang terbesar (paling positif).
Susunan elektroda-elektroda tersebut di kenal dengan istilah Deret Volta (deret
kereaktifan logam).
Li – K – Ba – Sr – Ca – Na – Mg – Al – Mn –
Zn – Cr – Fe – Cd – Co – Ni – Sn – Pb – H+ – Cu – Ag – Hg – Pt – Au
Logam-logam yang terletak di sisi kiri H+
memiliki E°red bertanda negatif. Semakin ke
kiri, nilai E°red semakin kecil (semakin negatif). Hal ini
menandakan bahwa logam-logam tersebut semakin sulit mengalami reduksi dan
cenderung mengalami oksidasi. Oleh sebab itu, kekuatan reduktor akan
meningkat dari kanan ke kiri. Sebaliknya, logam-logam yang terletak di sisi kanan
H+ memiliki E°red bertanda positif. Semakin
ke kanan, nilai E°red semakin besar (semakin positif). Hal
ini berarti bahwa logam-logam tersebut semakin mudah mengalami reduksi dan
sulit mengalami oksidasi. Oleh sebab itu, kekuatan oksidator akan
meningkat dari kiri ke kanan. Singkat kata, logam yang terletak disebelah kanan
relatif terhadap logam lainnya, akan mengalami reduksi. Sementara, logam
yang terletak di sebelah kiri relatif terhadap logam lainnya, akan mengalami oksidasi.
Logam yang terletak disebelah kiri relatif terhadap logam lainnya mampu mereduksi
ion logam menjadi logam (mendesak ion dari larutannya menjadi logam).
Sebaliknya, logam yang terletak di sebelah kanan relatif terhadap logam lainnya
mampu mengoksidasi logam menjadi ion logam (melarutkan logam
menjadi ion dalam larutannya).
Sebagai contoh, kita ingin merangkai sebuah sel
volta dengan menggunakan elektroda Fe dan Ni. Berdasarkan susunan logam
pada deret volta, logam Fe terletak di sebelah kiri relatif terhadap
logam Ni.
Hal ini menandakan bahwa logam Ni lebih mudah
tereduksi dibandingkan logam Fe. Akibatnya, dalam sel volta, elektroda
Ni berfungsi sebagai katoda, sedangkan elektroda Fe berfungsi sebagai anoda.
Reaksi yang terjadi pada sel volta adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : Ni2+ + 2 e-
——> Ni ……………………. (1)
Anoda (-) : Fe ——> Fe2+ + 2 e-
……………………. (2)
Reaksi Sel : Fe + Ni2+ ——> Fe2+
+ Ni …………………………………… [(1) + (2)]
Notasi Sel : Fe / Fe2+ // Ni2+
/ Ni
Sesuai dengan kesepakatan, potensial sel
(E°sel) merupakan kombinasi dari E°red katoda dan
E°red anoda, yang ditunjukkan melalui persamaan berikut :
E°sel = E° katoda – E°
anoda
Potensial reduksi standar (E°red) masing-masing elektroda
dapat dilihat pada Tabel Potensial Standar Reduksi. Dari tabel, terlihat
bahwa nilai E°red Fe adalah sebesar -0,44 V. Sementara nilai E°red
Ni adalah sebesar -0,25 V. Dengan demikian, nilai E°sel Fe/Ni
adalah sebagai berikut :
E°sel = -0,25 – (-0,44) = +0,19 V
Suatu reaksi redoks dapat berlangsung spontan
apabila nilai E°sel positif. Reaksi tidak dapat
berlangsung spontan apabila nilai E°sel negatif.
Reaksi yang dapat berlangsung spontan justru adalah reaksi kebalikannya.
Apabila larutan tidak dalam keadaan standar,
maka hubungan antara potensial sel (Esel) dengan potensial
sel standar (E°sel) dapat dinyatakan dalam persamaan Nerst berikut
ini :
E sel = E°sel – (RT/nF) ln Q
Pada suhu 298 K (25°C), persamaan Nerst berubah
menjadi sebagai berikut :
E sel = E°sel – (0,0257/n) ln Q
E sel = E°sel – (0,0592/n) log Q
Esel = potensial sel pada keadaan
tidak standar
E°sel = potensial sel pada keadaan
standar
R = konstanta gas ideal = 8,314 J/mol.K
T = suhu mutlak (K) [dalam hal ini, kita
menggunakan temperatur kamar, 25°C atau 298 K]
n = jumlah mol elektron yang terlibat dalam
redoks
F = konstanta Faraday = 96500 C/F
Q = rasio konsentrasi ion produk terhadap
konsentrasi ion reaktan
Selama proses reaksi redoks
berlangsung, elektron akan mengalir dari anoda menuju katoda.
Akibatnya, konsentrasi ion reaktan akan berkurang, sebaliknya konsentrasi ion
produk akan bertambah. Nilai Q akan meningkat, yang menandakan bahwa nilai Esel
akan menurun. Pada saat reaksi mencapai kesetimbangan, aliran elektron akan
terhenti. Akibatnya, Esel = 0 dan Q = K (K= konstanta
kesetimbangan kimia). Dengan demikian, konstanta kesetimbangan kimia (K) dapat
ditentukan melalui sel volta.
Sebagai contoh, sel konsentrasi dengan
elektroda Zn, masing-masing memiliki konsentrasi ion seng sebesar 1,0 M dan 0,1
M. Larutan yang relatif pekat akan mengalami reduksi, sementara larutan
yang lebih encer mengalami oksidasi. Potensial standar sel (E°sel)
untuk sel konsentrasi adalah nol (0). Reaksi yang terjadi pada sel
konsentrasi Zn adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : Zn2+ (1,0 M) + 2 e-
——> Zn …………………….. (1)
Anoda (-) : Zn ——> Zn2+ (0,1 M)
+ 2 e‑ …………………….. (2)
Reaksi Sel : Zn2+ (1,0 M) ——>
Zn2+ (0,1 M) …………………………….. [(1) + (2)]
Notasi Sel : Zn / Zn2+ (0,1 M) //
Zn2+ (1,0 M) / Zn
Potensial
sel konsentrasi dapat diperoleh melalui persamaan Nerst berikut :
E sel = E°sel – (0,0257/2) ln ([Zn2+]
encer / [Zn2+] pekat)
E sel = 0 – (0,0257/2) ln [(0,1] / [1,0])
E sel = 0,0296 volt
Potensial sel konsentrasi umumnya relatif kecil dan
semakin berkurang selama proses reaksi berlangsung. Reaksi akan terus
berlangsung hingga kedua wadah mencapai keadaan konsentrasi ion sama. Apabila
konsentrasi ion kedua wadah telah sama, Esel = 0 dan aliran
elektron terhenti.
Aplikasi pengetahuan sel volta dapat
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh aplikasi sel volta
adalah penggunaan batu baterai. Baterai adalah sel galvani,
atau
gabungan dari beberapa sel galvani , yang
dapat digunakan sebagai sumber arus listrik. Beberapa jenis baterai yang
kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain :
1.
The Dry Cell Battery
Dikenal dengan istilah sel Leclanche
atau batu baterai kering. Pada batu baterai kering, logam seng berfungsi
sebagai anoda. Katodanya berupa batang grafit yang berada di
tengah sel. Terdapat satu lapis mangan dioksida dan karbon hitam mengelilingi
batang grafit dan pasta kental yang terbuat dari amonium klorida dan seng (II)
klorida yang berfungsi sebagai elektrolit. Potensial yang dihasilkan sekitar
1,5 volt.
Reaksi
selnya adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : 2 NH4+(aq)
+ 2 MnO2(s) + 2 e- ——> Mn2O3(s) +
2 NH3(aq) + H2O(l) ……………… (1)
Anoda (-) : Zn(s) ——> Zn2+(aq)
+ 2 e- …………….. (2)
Reaksi Sel : 2 NH4+(aq)
+ 2 MnO2(s) + Zn(s) ——> Mn2O3(s)
+ 2 NH3(aq) + H2O(l) + Zn2+(aq)
…………….. [(1) + (2)]
Pada batu baterai kering alkalin (baterai
alkalin), amonium klorida yang bersifat asam pada sel kering diganti dengan
kalium hidroksida yang bersifat basa (alkalin). Dengan bahan kimia ini, korosi
pada bungkus logam seng dapat dikurangi.
2.
The Mercury Battery
Sering digunakan pada dunia kedokteran dan
industri elektronik. Sel merkuri mempunyai struktur menyerupai sel kering. Dalam
baterai ini, anodanya adalah logam seng (membentuk amalgama dengan
merkuri), sementara katodanya adalah baja (stainless steel cylinder).
Elektrolit yang digunakan dalam baterai ini adalah merkuri (II) Oksida, HgO.
Potensial yang dihasilkan sebesar 1,35 volt.
Reaksi
selnya adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : HgO(s) + H2O(l)
+ 2 e- ——> Hg(l) + 2 OH-(aq)
…………………… (1)
Anoda (-) : Zn(Hg) + 2 OH-(aq)
——> ZnO(s) + H2O(l) + 2 e‑
………………….. (2)
Reaksi sel : Zn(Hg) + HgO(s)
——> ZnO(s) + Hg(l) ………………………. [(1) + (2)]
3.
The Lead Storage Battery
Dikenal dengan sebutan baterai mobil atau
aki/accu. Baterai penyimpan plumbum (timbal) terdiri dari enam sel yang
terhubung secara seri. Anoda pada setiap sel adalah plumbum (Pb), sedangkan
katodanya adalah plumbum dioksida (PbO2). Elektroda dicelupkan
ke dalam larutan asam sulfat (H2SO4).
Reaksi
selnya pada saat pemakaian aki adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : PbO2(s) + 4 H+(aq)
+ SO42-(aq) + 2 e- ——> PbSO4(s)
+ 2 H2O(l) ………………… (1)
Anoda (-) : Pb(s) + SO42-(aq)
——> PbSO4(s) + 2 e- …………………………… (2)
Reaksi sel : PbO2(s) + Pb(s) +
4 H+(aq) + 2 SO42-(aq) ——>
2 PbSO4(s) + 2 H2O(l) ……………………. [(1) + (2)]
Pada kondisi normal, masing-masing sel
menghasilkan potensial sebesar 2 volt. Dengan demikian, sebuah aki dapat
menghasilkan potensial sebesar 12 volt. Ketika reaksi diatas terjadi, kedua
elektroda menjadi terlapisi oleh padatan plumbum (II) sulfat, PbSO4,
dan asam sulfatnya semakin habis.
4.
The Lithium-Ion Battery
Digunakan pada peralatan elektronik, seperti
komputer, kamera digital, dan telepon seluler. Baterai ini memiliki massa yang
ringan sehingga bersifat portable. Potensial yang dihasilkan cukup
besar, yaitu sekitar 3,4 volt. Anodanya adalah Li dalam grafit,
sementara katodanya adalah oksida logam transisi (seperti CoO2).
Elektrolit yang digunakan adalah pelarut organik dan sejumlah garam organik.
Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : Li+(aq)
+ CoO2(s) + e- ——> LiCoO2(s) ………………. (1)
Anoda : Li(s) ——> Li+ (aq)
+ e- ………………. (2)
Reaksi sel : Li(s) + CoO2(s) ——>
LiCoO2(s) ……………………. [(1) + (2)]
5.
Fuel Cell
Dikenal pula dengan istilah sel bahan
bakar. Sebuah sel bahan bakar hidrogen-oksigen yang sederhana
tersusun atas dua elektroda inert dan larutan elektrolit, seperti kalium
hidroksida. Gelembung gas hidrogen dan oksigen dialirkan pada masing-masing
elektroda. Potensial yang dihasilkan adalah sebesar 1,23 volt.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Katoda
(+) : O2(g) + 2 H2O(l) +4 e- ——>
4 OH-(aq) ………………..(1)
Anoda (-) : 2 H2(g) + 4 OH-(aq)
——> 4 H2O(l) + 4 e- ……………………… (2)
Reaksi sel : O2(g) + 2 H2(g) ——>
2 H2O(l) ………………. [(1) + (2)]
Korosi adalah persitiwa teroksidasinya besi
membentuk karat besi (Fe2O3.xH2O). Korosi besi
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti adanya air, gas oksigen, dan asam.
Karat besi dapat mengurangi kekuatan besi. Oleh karena itu, korosi besi harus
dicegah.
Korosi merupakan salah satu reaksi redoks
yang tidak diharapkan. Reaksi yang terjadi selama proses korosi adalah sebagai
berikut :
Katoda (+) : O2(g) + 4 H+(aq)
+ 4 e- ——> 2 H2O(l) ……………………… (1)
Anoda (-) : 2 Fe(s) ——> 2 Fe2+(aq)
+ 4 e- ………………. (2)
Reaksi sel : 2 Fe(s) + O2(g) +
4 H+(aq) ——> 2 Fe2+(aq) + 2 H2O(l)
…………….. [(1) + (2)]
E°sel = +1,67 volt
Ion Fe2+ akan teroksidasi kembali
oleh sejumlah gas oksigen menghasilkan ion Fe3+ (karat besi). Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut :
4 Fe2+(aq) + O2(g)
+ (4+2x) H2O(l) ——> 2 Fe2O3.xH2O(s)
+ 8 H+(aq)
Untuk
melindung logam besi dari proses korosi, beberapa metode proteksi dapat
diterapkan, antara lain :
1.
Melapisi permukaan logam besi dengan lapisan cat
2.
Melapisi permukaan logam besi dengan lapisan minyak (gemuk)
3.
Melapisi permukaan logam besi dengan oksida inert (seperti Cr2O3
atau Al2O3)
4.
Proteksi Katodik (Pengorbanan Anoda)
5.
Melapisi permukaan logam besi dengan logam lain yang inert terhadap korosi
Metode ini menggunakan logam-logam yang
kurang reaktif dibandingkan besi (logam-logam dengan E°red
lebih besar dari besi), seperti timah dan tembaga. Pelapisan
secara sempurna logam inert pada permukaan logam besi dapat mencegah kontak
besi dengan agen penyebab korosi (air, asam, dan gas oksigen). Akan tetapi,
apabila terdapat cacat atau terkelupas (tergores), akan terjadi percepatan
korosi.
Sel
Elektrolisis
. Sel Elektrolisis adalah sel
yang menggunakan arus listrik untuk menghasilkan reaksi redoks yang diinginkan
dan digunakan secara luas di dalam masyarakat kita. Baterai aki yang dapat
diisi ulang merupakan salah satu contoh aplikasi sel elektrolisis dalam
kehidupan sehari-hari (lihat Elektrokimia I : Penyetaraan Reaksi Redoks dan
Sel Volta). Baterai aki yang sedang diisi kembali (recharge)
mengubah energi listrik yang diberikan menjadi produk berupa bahan kimia yang
diinginkan. Air, H2O, dapat diuraikan dengan menggunakan listrik
dalam sel elektrolisis. Proses ini akan mengurai air menjadi unsur-unsur
pembentuknya. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : 2 H2O(l)
——> 2 H2(g) + O2(g)
Rangkaian sel elektrolisis hampir
menyerupai sel volta. Yang membedakan sel elektrolisis dari sel
volta adalah, pada sel elektrolisis, komponen voltmeter diganti
dengan sumber arus (umumnya baterai). Larutan atau lelehan yang ingin
dielektrolisis, ditempatkan dalam suatu wadah. Selanjutnya, elektroda
dicelupkan ke dalam larutan maupun lelehan elektrolit yang ingin
dielektrolisis. Elektroda yang digunakan umumnya merupakan elektroda inert,
seperti Grafit (C), Platina (Pt), dan Emas (Au). Elektroda berperan sebagai
tempat berlangsungnya reaksi.
Ada dua tipe elektrolisis, yaitu elektrolisis
lelehan (leburan) dan elektrolisis larutan. Pada proses elektrolisis
lelehan, kation pasti tereduksi di katoda dan anion pasti teroksidasi di
anoda. Sebagai contoh, berikut ini adalah reaksi elektrolisis lelehan garam
NaCl (yang dikenal dengan istilah sel Downs) :
Katoda (-) : 2 Na+(l) +
2 e- ——> 2 Na(s) ……………….. (1)
Anoda (+) : 2 Cl-(l) Cl2(g)
+ 2 e- ……………….. (2)
Reaksi sel : 2 Na+(l) +
2 Cl-(l) ——> 2 Na(s) + Cl2(g) ………………..
[(1) + (2)]
Reaksi elektrolisis lelehan garam NaCl menghasilkan
endapan logam natrium di katoda dan gelembung gas Cl2 di anoda.
Bagaimana halnya jika lelehan garam NaCl diganti dengan larutan garam
NaCl? Apakah proses yang terjadi masih sama? Untuk mempelajari reaksi elektrolisis
larutan garam NaCl, kita mengingat kembali Deret Volta (lihat
Elektrokimia I : Penyetaraan Reaksi Redoks dan Sel Volta).
Pada katoda, terjadi persaingan antara
air dengan ion Na+. Berdasarkan Tabel Potensial Standar Reduksi,
air memiliki E°red yang lebih besar dibandingkan ion Na+.
Ini berarti, air lebih mudah tereduksi dibandingkan ion Na+.
Oleh sebab itu, spesi yang bereaksi di katoda adalah air. Sementara,
berdasarkan Tabel Potensial Standar Reduksi, nilai E°red ion
Cl- dan air hampir sama. Oleh karena oksidasi air memerlukan
potensial tambahan (overvoltage), maka oksidasi ion Cl- lebih
mudah dibandingkan oksidasi air. Oleh sebab itu, spesi yang bereaksi di anoda
adalah ion Cl-. Dengan demikian, reaksi yang terjadi pada elektrolisis
larutan garam NaCl adalah sebagai berikut :
Katoda (-) : 2 H2O(l) +
2 e- ——> H2(g) + 2 OH-(aq) ………………..
(1)
Anoda (+) : 2 Cl-(aq) ——>
Cl2(g) + 2 e- ……………….. (2)
Reaksi sel : 2 H2O(l) +
2 Cl-(aq) ——> H2(g) + Cl2(g) + 2
OH-(aq) ……………………. [(1) + (2)]
Reaksi elektrolisis larutan garam NaCl menghasilkan
gelembung gas H2 dan ion OH‑ (basa) di katoda serta
gelembung gas Cl2 di anoda. Terbentuknya ion OH- pada
katoda dapat dibuktikan dengan perubahan warna larutan dari bening menjadi
merah muda setelah diberi sejumlah indikator fenolftalein (pp). Dengan
demikian, terlihat bahwa produk elektrolisis lelehan umumnya berbeda dengan
produk elektrolisis larutan.
Selanjutnya kita mencoba mempelajari
elektrolisis larutan Na2SO4. Pada katoda, terjadi
persaingan antara air dan ion Na+. Berdasarakan nilai E°red,
maka air yang akan tereduksi di katoda. Di lain sisi, terjadi
persaingan antara ion SO42- dengan air di anoda.
Oleh karena bilangan oksidasi S pada SO4-2
telah mencapai keadaan maksimumnya, yaitu +6, maka spesi SO42-
tidak dapat mengalami oksidasi. Akibatnya, spesi air yang akan teroksidasi di
anoda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Katoda (-) : 4 H2O(l) +
4 e- ——> 2 H2(g) + 4 OH-(aq) ………………..
(1)
Anoda (+) : 2 H2O(l) ——>
O2(g) + 4 H+(aq) + 4 e- ………………..
(2)
Reaksi sel : 6 H2O(l)
——> 2 H2(g) + O2(g) + 4 H+(aq) +
4 OH-(aq) …………………….. [(1) + (2)]
6 H2O(l) ——> 2 H2(g)
+ O2(g) + 4 H2O(l) …………………. [(1) + (2)]
2 H2O(l) ——> 2 H2(g)
+ O2(g) …………………….. [(1) + (2)]
Dengan demikian, baik ion Na+ maupun
SO42-, tidak bereaksi. Yang terjadi justru adalah
peristiwa elektrolisis air menjadi unsur-unsur pembentuknya. Hal yang serupa
juga ditemukan pada proses elektrolisis larutan Mg(NO3)2 dan
K2SO4.
Bagaimana halnya jika elektrolisis lelehan
maupun larutan menggunakan elektroda yang tidak inert, seperti Ni, Fe, dan Zn?
Ternyata, elektroda yang tidak inert hanya dapat bereaksi di anoda,
sehingga produk yang dihasilkan di anoda adalah ion elektroda yang larut
(sebab logam yang tidak inert mudah teroksidasi). Sementara, jenis
elektroda tidak mempengaruhi produk yang dihasilkan di katoda. Sebagai
contoh, berikut adalah proses elektrolisis larutan garam NaCl dengan
menggunakan elektroda Cu :
Katoda (-) : 2 H2O(l) +
2 e- ——> H2(g) + 2 OH-(aq) ……………………..
(1)
Anoda (+) : Cu(s) ——> Cu2+(aq)
+ 2 e- …………………….. (2)
Reaksi sel : Cu(s) + 2 H2O(l)
——> Cu2+(aq) + H2(g) + 2 OH-(aq)
…………………….. [(1) + (2)]
Dari pembahasan di atas, kita dapat menarik
beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan reaksi elektrolisis :
- Baik elektrolisis lelehan maupun larutan, elektroda inert tidak akan bereaksi; elektroda tidak inert hanya dapat bereaksi di anoda
- Pada elektrolisis lelehan, kation pasti bereaksi di katoda dan anion pasti bereaksi di anoda
- Pada elektrolisis larutan, bila larutan mengandung ion alkali, alkali tanah, ion aluminium, maupun ion mangan (II), maka air yang mengalami reduksi di katoda
- Pada elektrolisis larutan, bila larutan mengandung ion sulfat, nitrat, dan ion sisa asam oksi, maka air yang mengalami oksidasi di anoda
Salah satu aplikasi sel elektrolisis adalah
pada proses yang disebut penyepuhan. Dalam proses penyepuhan,
logam yang lebih mahal dilapiskan (diendapkan sebagai lapisan tipis) pada
permukaan logam yang lebih murah dengan cara elektrolisis. Baterai umumnya
digunakan sebagai sumber listrik selama proses penyepuhan berlangsung.
Logam yang ingin disepuh berfungsi sebagai katoda dan lempeng perak
(logam pelapis) yang merupakan logam penyepuh berfungsi sebagai anoda.
Larutan elektrolit yang digunakan harus mengandung spesi ion logam yang sama
dengan logam penyepuh (dalam hal ini, ion perak). Pada proses elektrolisis,
lempeng perak di anoda akan teroksidasi dan larut menjadi ion perak. Ion perak
tersebut kemudian akan diendapkan sebagai lapisan tipis pada permukaan katoda.
Metode ini relatif mudah dan tanpa biaya yang mahal, sehingga banyak digunakan
pada industri perabot rumah tangga dan peralatan dapur.
Satuan yang sering ditemukan dalam aspek
kuantitatif sel elektrolisis adalah Faraday (F). Faraday didefinisikan sebagai
muatan (dalam Coulomb) mol elektron. Satu Faraday equivalen dengan satu mol
elektron. Demikian halnya, setengah Faraday equivalen dengan setengah mol
elektron. Sebagaimana yang telah kita ketahui, setiap satu mol partikel
mengandung 6,02 x 1023 partikel. Sementara setiap
elektron mengemban muatan sebesar 1,6 x 10-19 C. Dengan demikian :
1 Faraday = 1 mol elektron = 6,02 x 1023
partikel elektron x 1,6 x 10-19 C/partikel elektron 1 Faraday
= 96320 C (sering dibulatkan menjadi 96500 C untuk mempermudah perhitungan)
Hubungan antara Faraday dan Coulomb dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut :
Faraday = Coulomb / 96500
Coulomb = Faraday x 96500
Coulomb adalah satuan muatan listrik. Coulomb
dapat diperoleh melalui perkalian arus listrik (Ampere) dengan waktu (detik).
Persamaan yang menunjukkan hubungan Coulomb, Ampere, dan detik adalah sebagai
berikut :
Coulomb = Ampere x Detik
Q = I x t
Dengan demikian, hubungan antara Faraday,
Ampere, dan detik adalah sebagai berikut :
Faraday = (Ampere x Detik) / 96500
Faraday = (I x t) / 96500
Dengan mengetahui besarnya Faraday pada
reaksi elektrolisis, maka mol elektron yang dibutuhkan pada reaksi elektrolisis
dapat ditentukan. Selanjutnya, dengan memanfaatkan koefisien reaksi pada
masing-masing setengah reaksi di katoda dan anoda, kuantitas produk
elektrolisis dapat ditemukan.
Berikut ini adalah beberapa contoh soal aspek
kuantitatif sel elektrolisis :
1.
Pada elektrolisis larutan AgNO3 dengan elektroda inert dihasilkan
gas oksigen sebanyak 5,6 L pada STP. Berapakah jumlah listrik dalam Coulomb
yang dialirkan pada proses tersebut?
Penyelesaian
:
Reaksi elektrolisis larutan AgNO3 dengan
elektroda inert adalah sebagai berikut :
Katoda (-) : Ag+ + e- ——>
Ag
Anoda (+) : 2 H2O(l) ——>
O2(g) + 4 H+(aq) + 4 e-
Gas
O2 terbentuk di anoda. Mol gas O2 yang terbentuk
sama dengan 5,6 L / 22,4 L = ¼ mol O2
Berdasarkan persamaan reaksi di anoda,
untuk menghasilkan ¼ mol gas O2, maka jumlah mol elektron yang
terlibat adalah sebesar 4 x ¼ = 1 mol elektron.
1 mol elektron = 1 Faraday = 96500 C
Jadi, jumlah listrik yang terlibat adalah
sebesar 96500 C
2.
Unsur Fluor dapat diperoleh dengan cara elektrolisis lelehan NaF. Berapakah
waktu yang diperlukan untuk mendapatkan 15 L gas fluorin ( 1 mol gas mengandung
25 L gas) dengan arus sebesar 10 Ampere?
Penyeleasian
:
Reaksi elektrolisis lelehan NaF adalah sebagai
berikut :
K (-) : Na+(l) +
e- ——> Na(s)
A (-) : 2 F-(l) ——>
F2(g) + 2 e-
Gas
F2 terbentuk di anoda. Mol gas F2 yang terbentuk
adalah sebesar 15 L / 25 L = 0,6 mol F2
Berdasarkan persamaan reaksi di anoda,
untuk menghasilkan 0,6 mol gas F2, akan melibatkan mol elektron
sebanyak 2 x 0,6 = 1,2 mol elektron
1,2 mol elektron = 1,2 Faraday
Waktu yang diperlukan dapat dihitung melalui
persamaan berikut :
Faraday = (Ampere x Detik) / 96500
1,2 = (10 x t) / 96500
t = 11850 detik = 3,22 jam
Jadi,
diperlukan waktu selama 3,22 jam untuk menghasilkan 15 L gas fluorin
3.
Arus sebesar 0,452 A dilewatkan pada sel elektrolisis yang mengandung lelehan
CaCl2 selama 1,5 jam. Berapakah jumlah produk yang dihasilkan pada
masing-masing elektroda?
Penyelesaian
:
Reaksi elektrolisis lelehan CaCl2
adalah sebagai berikut :
K (-) : Ca2+(l) + 2 e-
——> Ca(s)
A (+) : 2 Cl-(l) ——>
Cl2(g) + 2 e-
Mol
elektron yang terlibat dalam reaksi ini dapat dihitung dengan persamaan berikut
:
Faraday = (Ampere x Detik) / 96500
Faraday = (0,452 x 1,5 x 3600) / 96500 mol
elektron
Berdasarkan persamaan reaksi di katoda,
mol Ca yang dihasilkan adalah setengah dari mol elektron yang terlibat. Dengan
demikian, massa Ca yang dihasilkan adalah :
Massa Ca = mol Ca x Ar Ca
Massa Ca = ½ x (0,452 x 1,5 x 3600) / 96500 x
40 = 0,506 gram Ca
Berdasarkan persamaan reaksi di anoda, mol
gas Cl2 yang dihasilkan adalah setengah dari mol elektron yang
terlibat. Dengan demikian, volume gas Cl2 (STP) yang dihasilkan
adalah :
Volume gas Cl2 = mol Cl2 x
22,4 L
Volume gas Cl2 = ½ x (0,452 x 1,5
x 3600) / 96500 x 22.4 L = 0,283 L gas Cl2
Jadi, produk yang dihasilkan di katoda adalah
0,506 gram endapan Ca dan produk yang dihasilkan di anoda adalah 0,283 L gas Cl2
(STP)
4.
Dalam sebuah percobaan elektrolisis, digunakan dua sel yang dirangkaikan secara
seri. Masing-masing sel menerima arus listrik yang sama. Sel pertama berisi
larutan AgNO3, sedangkan sel kedua berisi larutan XCl3.
Jika setelah elektrolisis selesai, diperoleh 1,44 gram logam Ag pada sel
pertama dan 0,12 gram logam X pada sel kedua, tentukanlah massa molar (Ar)
logam X tersebut!
Penyelesaian
:
Reaksi elektrolisis larutan AgNO3
:
K (-) : Ag+(aq) + e-
——> Ag(s)
A (+) : 2 H2O(l) ——>
O2(g) + 4 H+(aq) + 4 e-
Logam Ag yang dihasilkan sebanyak 1,44 gram;
dengan demikian, mol logam Ag yang dihasilkan sebesar 1,44 / 108 mol Ag
Berdasarkan persamaan reaksi di katoda,
mol elektron yang dibutuhkan untuk menghasilkan logam Ag sama dengan mol logam
Ag (koefisien reaksinya sama)
Sehingga, mol elektron yang digunakan dalam
proses elektrolisis ini adalah sebesar 1,44 / 108 mol elektron
Reaksi
elektrolisis larutan XCl3 :
K (-) : X3+(aq) + 3 e-
——> X(s)
A (+) : 2 Cl-(l) ——>
Cl2(g) + 2 e-
Arus yang sama dialirkan pada sel kedua,
sehingga, mol elektron yang digunakan dalam proses elektrolisis ini sama
seperti sebelumya, yaitu sebesar 1,44 / 108 mol elektron
Berdasarkan persamaan reaksi di katoda,
mol logam X yang dihasilkan sama dengan 1 / 3 kali mol elektron, yaitu sebesar
1 / 3 x 1,44 / 108 mol X
Massa logam X = 0,12 gram; dengan demikian,
massa molar (Ar) logam X adalah sebagai berikut:
mol = massa / Ar
Ar = massa / mol
Ar = 0,12 / (1 / 3 x 1,44 / 108) = 27
Jadi,
Ar dari logam X adalah 27
1 komentar:
-
nice sista penjelasannya. mampir2 ke http://sisikreatif.blogspot.co.id/2016/04/pengertian-sel-elektrokimia.html
No comments:
Post a Comment