Sunday, March 16, 2014

Sistem Koloid

Di Industri terdapat berbagai produk yang komponennya tidak dapat saling melarutkan, namun tetap dapat bercampur secara homogen. Sebagai contoh, mayones dan cat. Mayones adalah campuran homogen dari air dan minyak. Sedangkan cat adalah campuran homogen zat padat dan zat cair. Produk-produk demikian merupakan sistem koloid.
Fenomena sistem koloid juga dapat dijumpai di alam dan dalam kehidupan kita sehari-hari. Udara di atmosfer bumi mengandung debu, partikel-partikel zat padat dan zat cair lainnya yang tersebar secara homogen membentuk suatu sistem koloid. Hal inilah yang menyebabkan langit terkadang tampak berwarna biru dan merah-orange. Di dalam tubuh manusia, ginjal berfungsi mengatur komposisi zat-zat kimia dalam darah. Dengan mengambil zat-zat yang diperlukan dan membuang zat-zat yang berbahaya dalam darah. Fungsi ginjal tersebut memanfaatkan sistem koloid. Pemahaman sistem koloid pada ginjal ini telah membawa pada penemuan alat dialisator pengganti fungsi ginjal untuk pasien gagal ginja.
A. Komponen dan Pengelompokan Sistem Koloid
1. Pengertian Sistem Koloid
Koloid adalah suatu campuran zat heterogen antara dua zat atau lebih dimana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi) tersebar merata dalam zat lain (medium pendispersi). Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm (10-7 – 10-5 cm). Bentuk partikel koloid dapat bermacam-macam seperti ditunjukkan pada gambar berikut. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan ukuran koloid dapat berupa diameter, panjang, lebar ataupun tebal.
Perbedaan larutan sejati, koloid dan Suspensi dapat dirangkum sebagai berikut.
Aspek
Larutan Sejati
Sistem Koloid
Suspensi Kasar
Jumlah fase 1 2 2
Distribusi partikel Homogen Heterogen Heterogen
Ukuran partikel < 10-7 cm 10-7 – 10-5 cm > 10-5 cm
Penyaringan Tidak dapat disaring Dapat disaring jika dengan penyaring ultra Dapat disaring
Kestabilan Stabil Stabil Tidak stabil
Contoh Larutan gula Mayones Campuran pasir dan air
2. Jenis-Jenis Koloid
Sistem koloid terdiri dari dua fase, yaitu fasa dispersi dan medium pendispersi. Kedua fasa tersebut, dapat berwujud zat cair, zat padat atau berwujud gas. Berdasarkan hubungan antar fase dispersi dan medium dispersi, maka koloid dapat kita kelompokan
  1. Koloid yang dibentuk oleh fasa terdispersinya gas dalam medium pendispersinya cair adalah buih atau busa. Contoh untuk koloid ini adalah putih telur yang dikocok dengan kecepatan tinggi.
  2. Buih atau busa padat adalah jenis koloid yang fasa terdispersinya gas dan medium pendispersinya padat, jenis koloid ini dapat berupa batu apung dan karet busa.
  3. Koloid dengan fasa terdispersi cair dan medium pendispersinya gas dikenal dengan aerosol cair. Contoh koloid ini adalah kabut, awan, pengeras rambut (hair spray) dan parfum semprot.
  4. Emulsi merupakan jenis koloid yang dibentuk oleh fasa terdispersi cair di dalam medium pendispersi cair. Emulsi dapat kita temukan seperti susu, santan, mayonaise dan minyak ikan.
  5. Koloid yang disusun oleh fasa terdispersi cair dalam medium pendispersi padat disebut dengan emulsi padat atau gel. Koloid ini sering kita jumpai dalam keju, mentega, jeli, semir padat ataupun lem padat.
  6. Aerosol padat merupakan yang disusun oleh fasa terdispersi padat dengan medium dispersinya berupa gas. Contohnya asap dan debu di udara.
  7. Sol merupakan koloid yang fasa terdispersinya berwujud padat dengan medium pendispersinya berwujud cair. Sol paling banyak kita jumpai seperti, agar-agar panas, cat, kanji, putih telur, sol emas, sol belerang, lem dan lumpur.
  8. Jenis koloid yang terakhir adalah koloid yang memiliki fasa terdispersi dan medium pendispersinya zat padat, jenis koloid ini disebut dengan sol padat. Contoh sol padat adalah; batuan berwarna, gelas berwarna, tanah, perunggu, kuningan dan lain-lain.
Sebagai catatan, jika fase terdispersi dan medium pendispersi sama-sama berupa gas, maka campurannya tergolong larutan.
Paduan logam baja tahan karat (stainless steel) termasuk sol padat dengan fase terdispersi padat (logam Ni dan Cr) dan medium pendispersi padat (logam Fe)
Bahan styrofoam termasuk buih padat dengan fase terdispersi gas (CO2, udara) dan medium   pendispersi padat (polistirena)

Obat nyamuk dalam kemasan kaleng semprot termasuk aerosol cair dengan fase terdispersi cair dan medium pendispersi gas (udara)
B. Koloid Sol
Sol adalah suatu jenis koloid dengan fase terdispersi padat dan medium pendispersi berupa zat padat, cair atau gas. Ada 3 jenis sol, yaitu:
  • Sol padat
  • Sol cair (sol)
  • Sol gas (aerosol padat)
 1. Sifat-sifat Koloid Sol
  • Efek Tyndall
gambar 11.9Sifat penghamburan cahaya oleh sistem koloid ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Efek Tyndall digunakan untuk membedakan sistem koloid dari larutan sejati. Dalam kehidupan sehari-hari efek Tyndall dapat diamati pada langit yang berwarna biru di siang hari karena adanya pantulan cahaya dari partikel koloid di udara. Demikian pula pada saat matahari terbenam pantulan partikel di udara memberikan warna jingga. Apabila sinar diarahkan pada sistem koloid dan larutan sejati, contohnya koloid kanji dan larutan Na2Cr2O7, maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh sistem koloid tetapi tidak dihamburkan oleh larutan sejati.
  • Gerak Brown
gambar 11.8
Di bawah mikroskop ultra, partikel koloid akan tampak sebagai titik cahaya kecil sesuai dengan sifatnya yang menghamburkan cahaya. Jika pergerakan titik cahaya atau partikel tersebut diikuti, ternyata partikel tersebut bergerak terus menerus dengan gerakan zig zag. Gerakan acak ini disebut gerak Brown, yang ditemukan oleh seorang ahli botani Inggris, Robert Brown pada tahun 1827. Adanya gerak Brown membuat partikel-partikel ini tidak memisahkan diri dari medium pendispersinya.
  • Adsorpsi Koloid
gambar 11.10Adsorpsi terjadi apabila partikel-partikel sol padat ditempatkan dalam zat cair atau gas, maka partikel-partikel zat cair atau gas akan terkonsentrasi pada permukaan zat padat tersebut.
Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel-partikel pendispersi pada permukaannya, baik itu partikel netral atau partikel bermuatan (kation dan anion). Daya adsorpsi partikel koloid tergolong besar karena partikel-partikelnya memberikan suatu permukaan yang sangat luas. Pada proses penyerapan air oleh kapur tulis, sol Fe(OH)3 dalam air mengandung ion Fe3+ yang diadsorpsi. Sedangkan untuk yang bermuatan negatif adalah molekul As2S3, ion S2- yang diadsorpsi. Pemanfaatan sifat adsorpsi dari koloid anatara lain dalam penjernihan air, misalnya penggunaan tawas untuk mengikat kotoran atau zat warna dari tanah.
  • Muatan Koloid Sol
gambar 11.11Semua partikel koloid memiliki muatan sejenis (positif atau negatif). Oleh karena muatannya sejenis, maka terdapat gaya tolak-menolak antar partikel koloid. Hal ini mengakibatkan partikel-partikel koloid tidak dapat bergabung sehingga memberikan kestabilan pada sistem koloid. Partikel-partikel koloid mendapatkan muatan listrik dengan proses adsorpsi dan proses ionisasi gugus permukaan partikelnya.

Muatan Beberapa Partikel Koloid dalam Medium Pendispersi Air
Partikel koloid bermuatan positif
Partikel koloid bermuatan negatif
Fe(OH)3
Al(OH)3
Hemoglobin
As2S3
Logam seperti Au, Ag, Pt
Tanah liat
  • Koagulasi
Partikel-partikel koloid bersifat stabil karena memiliki muatan listrik yang sejenis. Apabila muatan listrik tersrbut hilang maka partikel-partikel koloid tersebut akan bergabung membentuk gumpalan. Proses penggumpalan ini disebut flokulasi dan gumpalannya disebut flok. Gumpalan ini akan mengendap akibat pengaruh gravitasi. Proses penggumpalan partikel-partikel koloid dan pengendapannya ini disebut koagulasi. Peristiwa koagulasi terjadi pada kehidupan sehari-hari seperti pada pembentukan delta. tanah liat atau lumpur terkoagulasi karena adanya elektrolit air laut. Proses koagulasi dari karet juga terjadi karena adanya penambahan asam formiat kadalam lateks. Demikian pula halnya dengan lumpur koloid dapat dikoagulasikan dengan tawas yang bermuatan.
Penghilangan muatan listrik pada partikel koloid ini dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu:
a. Menggunakan prinsip elektroforesis
Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode dengan muatan berlawanan. Ketika partikel-partikel ini mencapai elektrode, maka partikel-partikel tersebut akan kehilangan muatannya sehingga menggumpal dan mengendap di elektrode.
b. Penambahan koloid lain dengan muatan berlawanan
Apabila suatu sistem koloid bermuatan dicampur dengan sistem koloid lain yang bermuatan negatif maka kedua sistem koloid tersebut akan saling mengadsorpsi dan menjadi netral. Akibatnya, terbentuk koagulasi.
c. Penambahan elektrolit
Jika suatu elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid maka partikel-partikel koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation) dari elektrolit. Sementara itu. Partikel-patikel koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion) dari elektrolit. Hal ini menyebabkan partikel-partikel koloid tersebut dikelilingi oleh lapisan kedua yang memiliki muatan berlawanan dengan muatan lapisan pertama. Apabila jarak antara lapisan pertama dan kedua cukup dekat maka muatan keduanya akan hilang sehingga terjadi koagulasi.
d. Pendidihan
Sol, seperti belerang dan perak halida yang terdispersi dalam air dapat mengalami koagulasi dengan mendidihkannya. Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan antara partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini menyebabkan lepasnya elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan partikel koloid. Akibatnya, partikel-partikel koloid menjadi tidak bermuatan sehingga terjadi koagulasi.
  • Koloid Pelindung
Berdasarkan perbedaan daya adsorpsi dari fase terdispersi terhadap medium pendispersinya yang berupa zat cair, koloid dapat dibedakan menjadi dua jenis. Sistem koloid dimana partikel terdispersinya mempunyai daya adsorpsi yang relatif besar disebut koloid liofil sedangkan sistem koloid dimana partikel terdispersinya mempunyai daya adsorpsi yang relatif kecil disebut kolid liofob. Koloid liofil bersifat lebih stabil sedangkan koloid liofob bersifat kurang stabil. Koloid liofil yang berfungsi sebagsi koloid pelindung. Contoh menarik adalah penambahan koloid liofil ke dalam liofob, dimana koloid liofob terbungkus tidak mengumpul, seperti pembuatan es krim agar tidak menggumpat ditambahkan gelatin. Demikian pula halnya dengan cat dan tinta memiliki koloid pelindung agar tidak mengendap atau menggumpal.
Berdasarkan affinitas partikel-partikel fase dispersi terhadap medium dispersi, maka terdapat dua macam sistem koloid:
  1. Koloid Liofil (suka cairan) : adalah koloid yang memiliki gaya tarik menarik antara partikel-partikel terdispersi dengan medium pendispersi. Medium pendispersi dalam liofil sering disebut juga dengan hidrofil. Partikel koloid juga dapat mengadsorpsi molekul cairan sehingga terbentuk selubung disekeliling partikel koloid. Keberaadan selubung inilah yang menyebabkan koloid liofil lebih stabil.
  2. Koloid Liofob (takut cairan): adalah koloid yang memiliki gaya tarik menarik yang lemah antara partikel-partikel terdispersi dengan medium pendispersi. Medium pendispersinya sering disebut dengan hidrofob. Pertikel-partikel koloid tidak dapat mengadsorpsi pelarutnya sehingga koloid ini kurang stabil dan dapat dengan mudah terkoagulasikan dengan penambahan elektrolit.
Perbedaan Sifat-Sifat Sol Liofil/ Hidrofil dan Sol Liofob/ Hidrofob
Sifat-sifat
Sol liofil/ hidrofil
Sol liofob/ hidrofob
1. Pembuatan Sol liofil dapat dibuat langsung dengan mencampurkan fase terdispersi dengan medium pendispersinya. Sol liofob tidak dapat dibuat hanya dengan mencampurkan fase terdispersi dan medium pendispersinya perkecualiannya adalah pada konsentrasi yang kecil
2. Muatan partikel Partikel-partikel sol hidrofil mempunyai muatan yang kecil atau tidak bermuatan Partikel-partikel sol hidrofob memiliki muatan positif atau negatif.
3. Adsorpsi medium pendispersi (proses solvasi/ hidrasi) Partikel-partikel sol hidrofil mengadsorpsi medium pendispersinya. Akibatnya terbentuk lapisan medium pendispersi yang teradsorpsi di sekeliling partikel. Proses ini disebut solvasi/ hidrasi Partikel-partikel sol hidrofob tidak mengadsorpsi medium pendispersinya. Muatan partikel-partikel sol diperoleh dari adsorpsi partikel-partikel ion yang bermuatan listrik
4. Viskositas Viskositas sol liofil lebih besar dibandingkan viskositas medium pendispersinya Viskositas sol hidrofob hampir sama dengan viskositas medium pendispersinya
5. Penggumpalan Tidak mudah menggumpal dengan penambahan elektrolit Mudah menggumpal dengan penambahan elektrolit
6. Efek Tyndall Sol liofil memberikan efek Tyndall yang lemah Sol liofob dapat memberikan efek Tyndall yang jelas
7. Migrasi dalam medan listrik Partikel-partikel sol liofil dapat bermigrasi ke anode, katode atau tidak bermigrasi sama sekali dalam medan listrik Partikel-partikel sol liofob akan bergerak ke anode atau ke katode. Hal ini tergantung jenis muatan partikel
2. Pembuatan Koloid Sol
Ada dua metode dasar pembuatan sistem koloid sol, yaitu:
a. Metode kondensasi, adalah metode dimana partikel-partikel kecil larutan sejati (atom, ion atau molekul) bergabung membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Hal ini dilakukan dengan reaksi kimia (dekomposisi rangkap, hidrolisis dan redoks) atau penggantian pelarut. Contoh:
Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 encer dan larutan HCl encer
AgNO3(aq) + HCl(aq) –> AgCl (koloid) + HNO­3(aq)   (reaksi dekomposisi rangkap)
Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air mendidih
AlCl3(aq) + 3H2O(l) –> Al(OH)3 (koloid) + 3HCl(aq)
Cara Busur Bredig
Cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat dengan penggilingan untuk membentuk partikel-partikel berukuran koloid.
Peptisasi adalah proses dispersi endapan menjadi sistem koloid dengan penambahan zat pemecah yang dapat berupa elektrolit.
Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol logam seperti Ag, Au dan Pt. Logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel koloid digunakan sebagai elektrode.
 3. Pemurnian Koloid Sol
Partikel-partikel zat terlarut yang tidak diinginkan dapat mengganggu kestabilan koloid sehingga harus dihilangkan/ dimurnikan. Beberapa metode pemurnian yang dapat dilakukan antara lain:
  • Dialisis
Proses dialisis
Pergerakan ion-ion dan molekul-molekul kecil melalui selaput semipermeabel disebut dialisis. Proses dialisis untuk pemisahan partikel-partikel koloid dan zat terlarut dijadikan dasar bagi pengembangan dialisator sebagi mesin pencuci darah bagi penderita gagal ginjal.
  • Elektrodialisis
Pada dasarnya proses elektrodialisis merupakan proses dialisis di bawah pengaruh medan listrik dan hanya dapat digunakan untuk memisahkan partikel-partikel zat terlarut elektrolit. Pada proses elektrodialisis, listrik tegangan tinggi dialirkan melalui dua layar logam yang menyokong selaput semipermeabel. Akibatnya, partikel-partikel zat terlarut dalam sistem koloid berupa ion-ion akan bergerak menuju elektrode dengan muatan berlawanan.
  • Penyaring Ultra
Partikel-partikel koloid tidak dapat disaring dengan penyaring biasa seperti kertas saring karena pori-pori kertas saring terlalu besar dibandingkan ukuran partikel-partikel koloid. Namun, apabila kertas saring tersebut diresapi dengan selulosa seperti selofan, maka ukuran pori-pori kertas saring akan berkurang. Kertas saring yang telah dimodifikasi ini disebut penyaring ultra.
C. Koloid Emulsi
Emulsi adalah suatu jenis koloid dengan fase terdispersi berupa zat cair dan medium pendispersi berupa zat padat, zat cair atau gas. Ada 3 jenis emulsi, yaitu:
1. Emulsi gas (aerosol cair)
Emulsi gas atau aerosol cair merupakan emulsi dalam medium pendispersi gas. Aerosol cair seperti hairspray dan obat nyamuk dalam kemasan kaleng, dapat membentuk sistem koloid dengan bantuan bahan pendorong atau propelan aerosol seperti CFC. Aerosol cair juga mempunyai sifat-sifat seperti sol liofob, yaitu efek Tyndall, gerak Brown dan kestabilan dengan muatan partikel.
2. Emulsi cair (emulsi)
Emulsi cair melibatkan campuran dua zat cair yang tidak dapat saling melarutkan, yaitu zat cair polar dan zat cair non polar. Emulsi cair yang terdiri dari air dan minyak dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak.
Beberapa sifat emulsi yang penting:
  • Demulsifikasi
Kestabilan emulsi cair dapat rusak akibat pemanasan, pendinginan, proses sentrifugasi, penambahan elektrolit dan perusakan zat pengemulsi.
Pada proses demulsifikasi dapat terbentuk krim atau sedimentasi. Pembentukan krim dijumpai pada emulsi minyak dalam air. Apabila kestabilan emulsi ini rusak, maka partikel-partikel minyak akan naik ke atas membentuk krim. Sedangkan sedimentasi terjadi pada emulsi air dalam minyak. Apabila kestabilan emulsi ini rusak, maka partikel-partikel air akan turun ke bawah.
  • Pengenceran
Emulsi dapat diencerkan dengan penambahan sejumlah medium pendispersinya. Sebaliknya, fase terdispersi yang dicampurkan akan spontan membentuk lapisan terpisah. Sifat ini dapat digunakan untuk menentukan jenis emulsi.
3. Emulsi padat (gel)
Gel merupakan emulsi dalam medium pendispersi zat padat. Gel dapat dianggap terbentuk akibat penggumpalan sebagian sol cair. Pada penggumpalan ini, partikel-partikel sol akan bergabung membentuk suatu rantai panjang. Rantai ini kemudian akan saling bertaut sehingga terbentuk suatu struktur padatan dimana medium pendispersi cair terperangkap dalam lubang-lubang struktur tersebut. Dengan demikian, terbentuk suatu massa berpori yang semi-padat dengan struktut gel.
Beberapa sifat gel yang penting adalah
  • Hidrasi. Gel elastis yang terhidrasi dapat diubah kembali menjadi gel elastis dengan menabahkan zat cair. Sebaliknya, gel non elastis yang terdehidrasi tidak dapat diubah kembali ke bentuk awal.
  • Menggembung (swelling). Gel elastis yang terhidrasi sebagian akan menyerap air apabila dicelupkan ke dalam zat cair. Akibatnya volum gel bertambah atau menggembung.
  • Sineresis. Gel anorganik akan mengerut jika dibiarkan dan diikuti penetesan pelarut. Proses ini disebut sineresis.
  • Tiksotropi. Beberapa gel dapat diubah kembali menjadi sol cair apabila diberi agitasi (diaduk). Sifat ini disebut tiksotropi. Contohnya: gel besi oksida, perak oksida dan cat tiksotropi modern.
D. Koloid Buih
Buih adalah suatu jenis koloid dengan fase terdispersi berupa gas dan medium pendispersi berupa zat cair atau zat padat. Berdasarkan medium pendispersinya tersebut, buih dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Buih cair (buih)
Buih cair adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat cair. Fase terdispersi gas biasanya berupa udara atau CO2 yang terbentuk dari fermentasi. Kestabilan buih diperoleh dari adanya zat pembuih (surfaktan). Zat pembuih ini teradsorpsi ke daerah antar fase dan mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh suatu kestabilan.
Beberapa sifat-sifat buih cair yang penting adalah
  • Struktur buih cair berubah dengan waktu. Hal ini dapat disebabkan oleh:
            – Drainase atau pemisahan medium pendispersi (zat cair) akibat kerapatan gas dan zat cair yang jauh berbeda
            – Rusaknya film antara dua gelembung gas
           – Ukuran gelembung gas menjadi lebih besar akibat difusi gelembung gas yang kecil ke gelembung gas yang besar

  • Struktur buih cair dapat berubah jika diberi gaya dari luar. Apabila gaya tersebut kecil, maka struktur buih akan kembali ke bentuk awal setelah gaya tersebut ditiadakan. Namun jika gaya yang diberikan cukup besar, maka akan terjadi deformasi.
2. Buih padat
Buih padat adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat padat. Kestabilan buih padat juga diperoleh dari zat pembuih (surfaktan). Beberapa buih padat yang kita kenal:
  • Batu apung, merupakan buih padat yang terbentuk akibat proses solidifikasi gelas vulkanik
  • Roti. Pembuatan roti melibatkan proses peragian yang akan melepas gas CO2. Zat pembuih protein gluten dari tepung kemudian akan membentuk lapisan tipis mengelilingi gelembung-gelembung CO2 untuk membentuk buih padat
E. Koloid dalam Kehidupan Sehari-hari
Sistem koloid banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti di alam (tanah, air dan udara), industri, kedokteran, sistem hidup dan pertanian. Aplikasi koloid dalam bidang industri khususnya produksi cukup luas karena sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi skala besar.
 Contoh aplikasi kimia koloid dalam industri
Jenis Industri
Contoh Aplikasi
Industri makananIndustri kosmetika dan perawatan tubuhIndustri cat Industri kebutuhan rumah tangga
Industri pertanian
Industri farmasi
Keju, mentega, susu, saus saladKrim, pasta gigi, sabunCat Sabun, deterjen
Pestisida, insektisida
Minyak ikan, penisilin
Beberapa aplikasi sistem koloid lainnya:
  • Pemutihan gula
Gula tebu yang masih berwarna dapat diputihkan dengan melarutkan gula ke dalam air, kemudian larutan dialirkan melalui sistem koloid tanak diatomae atau karbon. Partikel-partikel koloid kemudian akan mengadsorpsi zat warna tersebut.
  • Pengambilan partikel koloid asap dan debu dari gas buangan pabrik
Pengendap cottrell dapat digunakan untuk memisahkan partikel-partikel koloid seperti asap dan debu yang terkandung dalam gas buangan pabrik. Hal ini bertujuan untuk mengurangi zat-zat polusi udara dan untuk memperoleh kembali debu berharga seperti debu arsenik oksida.
  • Pembentukan delta di muara sungai
Air sungai mengandung partikel-partikel koloid pasir dan tanah liat yang bermuatan negatif. Sedangkan air laut mengandung ion-ion Na+, Mg2+ dan Ca2+ yang bermuatan positif. Karena air sungai bertemu air laut, maka ion-ion positif dari air laut akan menetralkan muatan pasir dan tanah liat. Akibatnya, terjadi koagulasi yang membentuk suatu delta.
  • Penggumpalan darah
Darah mengandung sejumlah koloid protein yang bermuatan negatif. Jika terdapat luka kecil, maka luka tersebut dapat diobati dengan pensil stiptik atau tawas yang mengandung ion-ion Al3+ dan Fe3+. Ion-ion ini akan menetralkan muatan-muatan partikel koloid protein dan membantu penggumpalan darah.
  • Penjernihan air
Proses penjernihan air dapat dilakukan dengan penambahan tawas Al2(SO4)3. Tawas mengandung ion Al3+ yang cukup kecil tetapi bermuatan. Ion Al3+ akan terhidrolisis membentuk partikel koloid Al(OH)3 yang bermuatan positif.
Al3+ + 3H2O –> Al(OH)3 + 3H+
Al(OH)3 akan menghilangkan muatan negatif dari partikel-partikel koloid lumpur sehingga terjadi koagulasi. Al(OH)3 akan mnegendap bersama-sama lumpur. Hal ini digunakan dalam proses pengolahan air bersih, yang diberikan pada penjelasan berikut.
Proses pengolahan air tergantung pada mutu baku air (air belum diolah). Namun pada dasarnya melalui 4 tahap pengolahan. Tahap pertama adalah pengendapan, yaitu air baku dialirkan perlahan-lahan sampai benda-benda yang tak larut mengendap. Pengendapan ini memerlukan tempat yang luas dan waktu yang lama. Benda-benda yang berupa koloid  tidak dapat diendapkan dengan cara itu.
Pada  tahap kedua, setelah suspensi kasar terendapkan, air yang mengandung koloid diberi zat yang dinamakan koagulan. Koagulan yang banyak digunakan adalah aluminium sulfat, besi (II) sulfat, besi (III) klorida, dan klorinasi koperos (FeCl2Fe2(SO4)3). Pemberian koagulan selain untuk mengendapkan partikel-partikel koloid, juga untuk menjadikan  pH air sekitar 7 (netral). Jika pH air berkisar antara 5,5–6,8, maka yang digunakan adalah aluminium sulfat, sedangkan untuk senyawa besi sulfat dapat digunakan pada pH air 3,5–5,5.
Pada  tahap ketiga, air yang telah diberi koagulan mengalami proses pengendapan, benda-benda koloid yang telah menggumpal dibiarkan mengendap. Setelah mengalami pengendapan, air tersebut disaring melalui penyaring pasir sehingga sisa endapan yang masih terbawa di dalam air akan tertahan pada saringan pasir tersebut.
Pada  tahap terakhir, air jernih yang dihasilkan diberi sedikit air kapur untuk menaikkan pHnya, dan untuk membunuh bakteri diberikan kalsium hipoklorit (kaporit) atau klorin (Cl2).

No comments:

Post a Comment

Web hosting

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls