TITRASI ASAM BASA-NEUTRALISASI
A. TITRASI ASAM-BASA AIR
Titrasi
Asam-Basa adalah penetapan kadar suatu zat (asam atau basa) berdasarkan atas
reaksi Asam-Basa. Bila sebagai titran digunakan larutan baku asam, maka
penetapan tersebut dinamakan ASIDIMETRI. Sebaliknya bila larutan baku
basa sebagai titran, maka penetapan itu disebut ALKALIMETRI.
Teori Asam Basa
1.
Teori
Arrhenius
Menurut
Arrhenius, asam adalah suatu zat yang bila dilarutkan dalam air berdisosiasi
menghasilkan ion hidrogen (H+) sebagai satu-satunya ion positif.
HCl → H+ + Cl-
Basa adalah
suatu zat yang bila dilarutkan dalam air berdisosiasi menghasilkan ion
hidroksil (OH-) sebagai
satu-satunya ion negatif.
NaOH → Na+ + OH-
2.
Teori Bronsted
Lowry
Teori ini
merupakan teori umum dari asam dan basa, karena dapat diterapkan pada semua
jenis pelarut, termasuk pelarut organik. Oleh karena itu teori ini merupakan
dasar titrasi bebas air. Menurut teori ini, asam adalah suatu zat yang
cenderung untuk melepaskan porton (donor proton), sedangkan basa cenderung unutk
mengikat proton (akseptor proton).
Dengan
demikian, maka dalam teori asam basa Bronsted dan Lowry dikenal ada istilah
asam-basa terkonjugasi (pasangan asam-basa).
Contoh :
HCl + HF ↔ Cl- + H2F+
Asam basa
konjugasi : HCl dengan Cl-
HF dengan H2F+
Senyawa bersifat asam : HCl dan H2F+
(HCl memberikan H+ ke HF dan H2F+memberikan H+
ke Cl-)
Senyawa bersifat basa : HF dan Cl- (HF menerima H+ dari HCl dan Cl- menerima H+ dari H2F+)
Menurut teori
bronsted lowry, proton berperan penting dalam
setiap reaksi asam-basa. Proton juga menentukan sifat asam-basa
senyawa-senyawa. Oleh karena itu teori ini disebut juga teori proton.
Bobot Ekivalen
Bobot ekivalen
suatu zat pada reaksi asam basa adalah banyakna mol zat itu yan ekivalen dengan
1 mol H+ atau 1 mol OH-
Indikator asam-Basa
Indikator asam
basa adalah asam aau dasa organik lemah yang mempunyai warna molekul (warna
asam) berbeda dengan warna ionnya (warna basa).
HIn ↔ H+ + In-
Warna molekul warna ion
Pada contoh di atas, warna molekul lebih kuat dalam suasana asam, sedangkan
warna ion lebih kuat dalam suasana basa, yaitu bila indikator dinetralkan.
Pada pH tertentu, dimana kedua bentuk ada dalam jumlah yang hampir sama,
maka akan terjadi warna kombinasi dari warna molekul dan warna ionnya. Daerah
transisi dari perubahan warna indikator meliputi lebih kurang 2 unit pH dan
daerah ini disebut trayek pH.
Beberapa contoh indikator asam basa beserta trayek pH dan perubahan
warnanya dapat dilihat pada table berikut :
Indikator
|
trayek pH
|
Warna asam
HIn
|
warna basa
In
|
pKIn
|
Biru bromfenol
|
3,0 -4,6
|
kuning
|
biru
|
4,1
|
Biru bromtimol
|
6,0 – 7,6
|
kuning
|
biru
|
7,1
|
Biru fenol
|
1,2 – 2,8
|
merah
|
kuning
|
1,7
|
Biru timol
|
8,0 – 9,6
|
kuning
|
biru
|
8,9
|
Fenolftalein
|
8,3 – 10,5
|
Tak berwarna
|
Merah jambu
|
9,3
|
Jingga metal
|
3,1 – 4,4
|
merah
|
jingga
|
3,7
|
Lakmus
|
6,0 – 8,0
|
merah
|
biru
|
----
|
Merah fenol
|
6,8 – 8,4
|
kuning
|
merah
|
7,8
|
Merah metal
|
4,2 – 6,3
|
merah
|
kuning
|
5,0
|
Pemilihan
indikator
Pemilihan
indikator ditentukan oleh pH larutan pada titik ekivalen. Pada titrasi asam
lemah dengan basa kuat, maka pH larutan pada titik ekivalen diatas 7 (misalkan
pH = 9), maka indikator yang dapat dipakai adalah biu timil atau fenolftalein.
Indikator ini biasanya digunakan hanya beberapa tetes sebagai larutan dalam air
atau alkohol (70 % - 90% h/v) dengan
kadar 0,05 – 0,1 %.
Sebaliknya
pada titrasi basa lemah dengan asam kuat, maka pH larutan pada titik ekivalen
di bawah 7 (misalkan pH = 4), maka indikator yang dapat digunakan adalah biru
bromfenol atau jingga metil.
Larutan titer asam
1.
Pembuatan
Sebagai titran
biasanya digunakan asam klorida, kadang-kadang digunakan asam sulfat atau asam perklorat. Larutan baku dapat dibuat dengan menimbang
seksama sejumlah asam klorida bertitik didih tetap, lalu diencerkan hingga
volume tertentu.
2.
Pembakuan
Untuk
pembakuan larutan titer asam, biasanya digunakan natrium karbonat anhidrat.
Disamping itu dapat juga digunakan
natrium tetraborat dekahidrat. Bila tersedia larutan basa yang telah dibakukan, maka larutan ini juga digunakan
untuk membakukan larutan titer asam.
Menurut
Farmakope Indonesia edisi III, larutan titer asam klorida dibakukan dengan natrium
karbonat anhidrat yang telah dikeringkan pada suhu 2700C selama 1
jam menggunakan indikator metil merah. Titrasi dilakukan dengan mendidihkan
larutan untuk menghilangkan gas CO2 yang terbentuk hingga warna
indikator berubah dari kuning menjadi merah jambu pucat. Setelah dingin,
titrasi dilanjutkan lagi hingga warna merah jambu pucat tidak hilang dengan
pendidihan.
Larutan titer basa
1.
Pembuatan
Basa kuat
mudah menyerap CO2 dari udara, sehingga selalu dikotori dengan
karbonat. Untuk itu perlu diperhatikan dalam pembuatan larutannya.
Larutan NaOH
bebas karbonat dapat dibuat dengan mencuci butiran natrium hidroksida P dengan
air untukmmenghilangkan lapisan karbonat sebelum dilarutkan. Cara klasik yang
lebih disukai adalah dengan mula-mula membuat larutan pekat (50 bagian natrium
hidroksida dalam 50 bagian air) dimana natrium karbonat tidak larut.
Sebagian
beningan atas atau filtrat yang diperoleh dengan penyaringan vakum melalui
penyaringan kaca masir dipakai untuk membuat larutan encer. Cara yang lebih
praktis adalah dengan menggunakan larutan natrium hidroksida 50% P dengan kadar
karbonat rendah yang tersedia dalam botol polietilen.
Menurut
Farmakope Indonesia, pada pembuatan larutan NaOH 0,1 N, karbonat dibebaskan
dengan menggunakan larutan natrium hidroksida segar dan beningan dienap
tuangkan (didekantasi) atau disaring
dengan larutan dibiarkan semalam dalam botol bersumbat. Untuk membuat larutan
NaOH 0,1 N digunakan 15 g natrium hidroksida P dalam 950 ml air.
2.
Pembakuan
Baku primer
yang paling sering digunakan untuk pembakuan basa adalah kalium bifatalat
karena stabil, tahan panas ( sampai 1300C ) dan tidak hidroskopik.
Disamping itu dapat juga digunakan asam sulfamat. Kalium biftalat adalah garam
asam dari asam bivalen. Pada reaksi pembakuan basa, kalium biftalat berfungsi
sebagai asam monovalen (BE = 1 mol).
3.
Penyimpanan
Larutan titer
basa disimpan dalam wadah teetutup kedap, untuk menghindari pengaruh udara,
misalnya CO2,. Oleh karena basa bereaksi dengan gelas, maka larutan
basa lebih baik disimpan dalam wadah plastik (polietilen). Namun demikian bila tidak disimpan lama,
wadah gelas masih dapat dipakai dan dianjurkan yang tertutup plastik, karena
tutup gelas lebih sukar dibuka.
Menurut
Farmakope Indonesia, larutan harus disimpan dalam botol tertutup rapat yang
dilengkapi demgan tabung yang diisi
campuran natrium hidroksida P dan kalium hidroksida P (soda api).
Larutan harus dibakukan kembali
Kurva Titrasi
Dalam menguji suatu reaksi untuk menentukan bisa atau
tidaknya reaksi tersebut digunakan untuk titrasi, kita perlu membuat suatu
kurva titrasi. Untuk reaksi asam basa, suatu kurva titrasi terdiri dari suatu
plot pH atau pOH vs mililiter titran. Kurva
tersebut berguna dalam menentukan kelayakan suatu titrasi dan dalam
memilih indikator yang sesuai. Kita akan menguji dua kasus, titrasi asam kuat
dengan basa kuat dan titrasi asam lemah dengan basa kuat.
Gambar 1. Kurva titrasi asam kuat-
basa kuat 9 larutan HCl 0,1 m dengan
larutan baku NaOH 0,1 M
Gambar.2. kurva titrasi larutan CH3COOH 0,1 M
larutan baku NaOH, dibuat dengan bantuan bagan LK.
B. TITRASI BEBAS AIR
Titrasi Bebas
air atau Titrasi Non-Aqua adalah titrasi yang menggunakan pelarut organik
sebagai pengganti air. Dengan pelarut organik tertentu, kekuatan asam atau basa
lemah dapat diperbesar sehingga memungkinkan suatu titrasi yang tidak memuaskan
dalam pelarut air. Dibidang farmasi
teknik kini banyak dipakai karena banyak obat bersifat asam atau basa lemah
yang sukar larut dalam air. Dengan memilih pelarut yang tepat, penetapan kadar
dari komponen campuran asam atau basa juga dimungkinkan.
Sifat Asam-Basa
Teori
asam-basa dari Arrhenius ternyata tidak
berhasil menjelaskan sifat karakteristik dari asam dan basa dalam pelarut organik. Dalam hal ini, teori
yang umum telah dikemukakan oleh bronsted. Menurut teori ini, asam adalah
pemberi proton, sedangkan basa adalah penerima proton.
HB ↔ H+ +
B-
asam proton
basa
Pada reaksi
diatas, ion B- adalah basa konjugasi dari asam HB dan sebaliknya
asam HB adalah basa konjugasi dari basa
B-. Reaksi tersebut semata-mata dimaksudkan untuk menjelaskan
definisi dari asam dan basa, dan bukan merupakan reaksi yang sesungguhnya.
Reaksi tersebut baru bisa berlangsung ke kanan apabila ada yang menerima
protonnya.
Kekuatan suatu
asam disamping ditentukan oleh potensi dari asam itu untuk melepaskan proton,
tetapi juga tergantung dari kekuatan basa yang akan menerima protonnya. Jadi,
asam lemah akan menjadi lebih kuat bila direaksikan dengan basa yang lebih
kuat. Misalnya, asam asetat akan menjadi lebih kuat dalam amonia lebih kuat
dari air.
Dalam urutan
berikut, sifat asam dari pelarut berkurang ke kanan dan akhirnya sifat basa
bertambah.
HClO4
HBr H2SO4 HCl
HNO3 CH3COOH fenol
air piridin
Dalam urutan
tersebut, air lebih bersifat basa daripada asam asetat. Karena itu asam-asam
mineral lebih mudah memberikan proton kepada air daripada asam asetat. Dalam
hal ini kekuatan asam-asam mineral
terhadap air boleh dikatakan sama, sehingga air dikatakan “leveling”
bagi asam-asam tersebut. Dalam asam
asetat kekuatan asam-asam mineral tersebut ternyata dapat dibedakan sesuai dengan urutan tersebut
diatas asam perklorat adalah yang paling kuat. Dalam hal ini asam asetat
dikatakan sebagai “ differentiating solvent” bagi asam-asam tersebut.
Dengan demikian, maka asam perklorat adalah titran yang paling baik pada
titrasi bebas air.
Pelarut
Seperti telah iuraikan diatas, kekuatan asam dan basa
ditentukan pula oleh kemampuan pelarut untuk menerima dan melepaskan proton.
Berdasarkan hal ini maka pelarut dapat dibedakan menjadi :
1.
Pelarut
protogenik, adalah pelarut yang mudah memberikan proton.
Misalnya : asam-asam.
2.
Pelarut
protofilik, adalah pelarut yang mudah menerima proton.
Misalnya : basa-basa, eter, keton.
3.
Pelarut
amfiprotik, adalah pelarut yang dapat menerima maupun memberikan
proton.
Misalnya
: air, asam asetat, alkohol.
4.
Pelarut
aprotik, adalah pelarut yang tidak dapat menerima maupun
memberikan proton.
Misalnya
: kloroform, benzen, dioksan.
Pemilihan
pelarut
Dalam memilih pelarut, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu:
- Sifat asam-basa dari pelarut. Untuk menitrasi basa lemah, maka dipilih pelarut yang lebih
bersifat asam,dan demikian pula sebaliknya. Misalnya, pada titrasi basa
lemah, asam asetat lebih baik daripada air.
- Tetapan autoprotolisis
- Tetapan dielektrik
Indikator
Penetapan
titik akhir pada titrasi bebas air, dapat dilakukan dengan penambahan indikator
atau lebiuh disukai cara potensiometrik.
Perubahan
warna indikator dalam pelarut organik berbeda dengan perubahannya dalam pelarut
air. Hal ini disebabkan antara lain karena pelarut organik mempunyai tetapan
dielektrik yang lebih kecil daripada air. Hal ini mengakibatkan indikator asam
basa yang cocok unutk titrasi dengan pelarut air belum tentu baik untuk titrai
bebas air.
2. Alkalimetri
Senyawa yang dapat dititrasi dengan asam antara lain;
asam halida, anhidrida asam, asam karboksilat, asam amino, dan senyawa fenol
seperti barbiturat dan santin, imida, Fenol pirol dan sulfanomida.
Prinsip Penetapan
Zat uji dilarutkan dalam pelarut yang cocok, kemudian
dititrasi dengan larutan alkali metoksida dalam wadah yang bebas CO2
dari udara,menggunakan indikator atau pasangan elektroda yang cocok untuk
menetapkan titik akhir ekivalen. Pengaruh CO2 dapat dikoreksi dengan
melakukan titrasi blangko.
Reaksi yang terjadi, secara singkat dapat digambarkan
sebagai berikut :
1.
Asam :
HA + CH3ONa ANa + CH3OH
2.
Basa : -CH=COH-
+ CH3ONa -CH=CONa- +
CH3OH
Larutan Titer
Ada dua golongan titran untuk titrasi, yaitu alkali
metoksida dan tetraalkilamonium hidroksida. Larutan yang paling sering
digunakan adalah larutan natrium metoksida dalam campuran metanol-benzen. Untuk
senyawa yang membentuk endapan gelatinous dengan natrium metoksida, maka
digunakan larutan lithium metoksida dalam pelarut campuran metanol-benzen.
3. Asidimetri
Senyawa-senyawa yang dapat dititrasi sebagai basa antara
lain:
1.
Garam
organik dari logam alkali atau alkali tanah, misalnya kalium hidrogenftalat,
natrium siklamat.
2.
Senyawa
Amin primer, sekunder maupun tersier.
3.
Garam
halida basa organik. Misalnya : Klorpromazin HCl, Klordiazepoksid HCl..
Prinsip Penetapan
Zat uji dilarutkan
dengan pelarut yang cocok, lalu dititrasi dengan larutan titer asam perklorat
dalam asam asetat glasial dan titik ekivalen ditetapkan dengan penambahan
indikator atau secara potensiometrik.
Secara singkat reaksi yang terjadi dapat digambarkan
sebagai berikut ;
1.
Garam organik :
RCOOK + HClO4 RCOOH +
KCLO4
2.
Amin Primer : RNH2 +
HClO4 RNH3 +
CLO4
3.
Garam Halida
Ion klorida, bromida dan iodida merupakan basa yang
sangat lemah, sehingga tidak dapat bereaksi secara kuantitatif dengan asam
perklorat. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan raksa (II) asetat.Garam ini
dengan ion halida akan melepaskan ion asetat yang berfungsi sebagai asam kuat.
2 RNH2. HCl 2 RNH3+ + 2Cl-
Hg (CH3COO)2 +
2Cl- HgCl2 +
2 CH3COO-
2
HClO4 + 2 CH3COOH 2 CH3COOH2+ + 2
ClO4-
2 RNH2.HCl + Hg(CH3COO)2
+ 2HClO4 2 RNH3
+2ClO4 + HgCl2 + 2CH3COOH
Larutan
titer
Untuk titrasi basa umunya digunakan larutan titer asam
perklorat dalam asam asetat, dan dalam kasus tertentu digunakan larutan asam
perklorat dalam dioksan.
C. TITRASI PROTOLIT KUAT
Protolit kuat mengalami reaksi alih proton yang sempurna
dalam air yang menyebabkan terbentuknya ion hidronium dan ion hidroksida.
Reaksinya seperti berikut :
Asam + H2O → basa + H3O-
Basa + H2O → asam + OH-
Titrasi protolit kuat dapat disingkat menjadiinteraksi antara ion hidronium dan ion hidroksida sebagai berikut :
H3O+ + OH- → H2O
+ H2O
Jalannya titrasi secara teoritis dihitung dari persamaan kesetimbangan massa dan
tetapan kesetimbangn.caranya akan dilukiskan dengan membuat kurva
teoritis untuk titrasi HCl 0,1 M dengan larutan baku NaOH.
Gambar 3. Kurva titrasi asam kuat- basa kuat 9 larutan HCl 0,1 m dengan larutan baku NaOH
0,1 M
Dari gambar itu terlihat bahwa pada permulaan titrasi, pH
berubah secara perlahan – lahan. Ini karena pelarutnya sendiri (air) yang
bertindak sebagai protolit, yang menimbulkan kerja penyangga oleh pasangan asam
basa H3O+ / H2O. Daerah yang diarsir merupakan
rentang dimana ketiga indikator visual berubah warna. Nampaknya saat asam kuat
dititrasi, penambahan pH yang besar pada titik ekivalen cukup untuk melebarkan
rentang dari ketiga indikator. Oleh karena itu tiap-tiap indikator ini akan
berubah warna dengan satu atau dua tetes pada titik ekivalen.
Kurva titrasi untuk basa kuat yang dititrasi dengan asa
kuat, misalnya NaOH dengan HCl, akan sama persis dengan kurva dalam Gambar.1
jika pOH diplot vs volume HCl. Jika pH diplot, kurva dalam Gambar.1 hanya
dibalik, dimulai dari nilai yang tinggi dan menurun hingga pH yang rendah setelah titik
ekivalen.
D. TITRASI PROTOLIT LEMAH
Titrasi protolit lemah lebih sulit dan lebih rumit
daripada titrasi protolit kuat. Daerah kesetaraannya jauh lebih sempit,
sehingga persyaratan titrasi hanya dapat dilihat secara tepat dari kurva
teoritis.
Titrasi asam asetat dengan larutan baku NaOH berlangsung
sesuai dengan persamaan reaksi berikut :
CH3COOH + ↓ OH-
= CH3COO- + H2O
Perubahan pH yang tajam terlihat di sekitar titik
kesetaraan seperti terlihat pada Gambar.2.
Asam asetat merupakan salah satu contoh protolit lemah
yang kesetimbangn asam basanya ditentukan oleh tetapan protolisisnya. Karena itu
bentuk kurva titrasinya sangat bergantung pada tetapan titik ini. Titik-titik
khas kurva titrasinya mudah ditentukan
dari bagan LK.
Gambar 4. kurva titrasi larutan CH3COOH 0,1 M
larutan baku NaOH, dibuat dengan bantuan bagan LK.
Pembuatan kurva titrasi untuk basa lemah pada dasarnya
tidak berbeda dengan cara diatas, namun harus diingat bahwa bagan LK dibuat
berdasarkan harga pKa, yakni tetapan asam pasangan dari basa itu. Gambar 4
memberikan kurva titrasi larutan NH3
0,1 M dengan larutan baku HCl.
Gambar 4. Bagan LK dan kurva titrasi larutan NH3
0,1 M dengan larutan baku HCl.
Dalam titrasi protolit lemah, penyempitan daerah
kesetaraan hanya timbul pada posisi protolit kuatnya. Hal ini mudah dipahami
jika diingat bahwa pada tiytrasi 50 % larutan itu memiliki kerja penyangga, dan
pHnya tidak dipengaruhi oleh pengenceran. Dalam hal ini bentuk kurva titrasi
tidak bergantung pada kepekatan awal protolit.
E. TITRASI ASAM DAN BASA BAHU PROTON
Bila ada dua pasang atau lebih asam basa berpasangan
dalam sistem, maka penghitungan kepeketan kesetimbangan akan menjadi sangat
sulit. Jika tetapan-tetapan protolisis asam dan basa bahuproton yang berurutan
cukup berbeda satu sama lain, maka asam-asam bahuproton itu, misalnya H3PO4,
dianggap sebagai campuran semolar beberapa pasang asam basa berpasangan , yang
mempunyai kekuatan berbeda-beda. Dalam hal seperti itu, kurva titrasi asam
bahuproton dibuat dengan mendempetkan kurva-kurva titrasi nmasing-masing
pasangan asam basa itu. Untuk H3PO4, pasangan
–pasangan asam basa yang akan diperhitungkan adalah H3PO4/
H2PO4-, H2PO4- /
HPO42-, HPO42- / PO43-.
Titrasi H3PO4 dengan larutan baku NaOH berlangsung menurut
persamaan reaksi berikut :
H3PO4 + ↓ OH- = H2PO4- + H2O pKa1 = 2,1
H2PO4- + ↓OH-
= HPO42- + H2O pKa2 = 7,2
HPO42- + ↓OH-
= PO43- + H2O pKa3 = 12,4
Kurva titrasi larutan H3PO4 0,1 m
yang dibuat dengan bantuan bagan LK, disajikan dalam Gambar 5.
Gambar 5. Kurva titrasi larutan H3PO4
0.1 M dengan larutan baku NaOH.
Keterangan
: TP = Timolftalein
HBK
= Hijau Bromokresol
Dari kurva titrasi yang disajikan itu, terlihat bahwa
penentuan H3PO4 tidak begitu teliti 9 ketelitian tidak
lebih dari ± 1%). Seperti terlihat pada gambar itu, titik kesetaraan pertama
diamati dengan Hijau Bromokresol sebagai indikator, sedangkan titik kesetaraan
kedua dengan Timolftalein.
Titrasi Na2CO3 dengan larutan baku
HCl dapat diambil sebagai contoh penentuan basa bahuproton. Reaksi berikut
terjadi dalam titrasi tersebut :
CO32- + ↓H3O+ = HCO3- + H2O
pKa2 = 10,3
HCO3- + ↓H3O+ = H2CO3 + H2O pKa1
= 6,3
Kurva titrasi larutan Na2CO3 0,1 M
dengan larutan baku HCl diperlihatkan dalam Gambar 6.
Gambar 6. Kurva
titrasi larutan Na2CO3 0,1 M dengan larutan baku HCl
keterangan : FF =
fenolftalein
MM
= Merah Metil
JM
= Jingga Metil
Kurva ini mempunyai dua lompatan pH, yang bersesuaian
dengan pengikatan proton pertama dan kedua oleh anion CO32-.
Daerah kesetaraan pertama dari kurva itu tidak begitu tajam untuk pemeriksaan
yang teliti. Seperti terlihat dari gambar itu, penentuan karbonat dengan
fenolftalein sebagai indikator mempunyai kesalahan lebih besar daripada ± 1%. Daerah kesetaraan kedua lebih panjang
dan pemakaian jingga metil sebagai
indikator memberikan ketelitian ± 1%.
Selain itu, kadar karbonat dapat
ditentukan dengan teliti, jika larutan dididihkan setelah kesetaraan kedua
dilewati, sampai CO2 yang terbentuk Pada pendidihan itu terjadi
reaksi sebagai berikut :
H3CO3 → H2O +
CO2 ↑
Denfan cara diatas, ketelitian titrasi bertambah karena
dengan pendidihan titrasi tersebut sama efektifnya dengan titrasi protolit
kuat. Dalam Gambar 6, perubahan pH yang disebabkan oleh pendidihan larutan
diperlihatkan dengan garis putus-putus.
F.
TITRASI CAMPURAN PROTOLIT
Pada dasarnya titrasi campuran protolit tidak berbada
dari titrasi asam dan basa bahuproton. Sebagai contoh titrasi campuran protolit
yang sering dijumpai adalah titrasi campuran larutan Na2CO3
0,1 M dan NaOH 0,1 M dengan larutan baku
HCl. Kurva titrasi teoritis untuk titrasi campuran ini diperlihatkan dalam
Gambar 7. sedangkan reaksi penetralannya
dinyatakan dengan persamaan reaksi berikut :
OH- + ↓H3O+ = H2O + H2O
CO32- + ↓H3O+ = HCO3- + H2O
HCO3- + ↓H3O+ = H2CO3 + H2O
Gambar 7. Kurva titrasi campuran Na2CO3 0,1 M dan NaOH
0,1 M dengan larutan baku HCl
Keterangan
: FF = fenolftalein
JM
= Jingga Metil
Dari Gambar 7, titik kesetaraan pertama tidak bisa
ditaksir karena tidak adanya lompatan pH, tetapi titik kesetaraan kedua dapat
ditentukan dengan bantuan fenolftalein sebagai indikator. Namun kesalahan masih
lebih besar daripada ± 1%. Volume V1
bersesuaian dengan titrasi seluruh ion hidroksida dan separuh ion karbonat.
Setelah larutan hilang warnanya titrasi dapat dilanjutkan sampai titik
kesetaraan ketiga, dengan jingga metil sebagai indikator, (atau setelah didinginkan , dengan merah
metil sebagai indikator). Volume V2 dari Gambar 6 bersesuaian dengan
titrasi separo kedua dari ion karbonat, karena itu kadar ion karbonat dihitung
dari V2, dan ion hidroksida dari (V1 – V2).
Ini merupakan intisari dari Metode Warder untuk pemeriksaan campuran
natrium hidroksida dan natrium karbonat.
Bahan
Rujukan
Day, R.A & A.L. Underwood.
2002. Analisis Kimia kuantitatif edisi
keenam. Jakarta : Erlangga.
Enawaty, Eny. 2000. Buku ajar kimia Dasar II. Pontianak : Universitas Tanjungpura.
Rivai, Harrizul. 1994. Asas pemeriksaan kimia. Jakarta : UIP.
Santoso, Iman,N. 1994. Ilmu Kimia Teori jilid III. Jakarta :
Dinas Kesehatan.
Treadwell & Hall. 1937. Analytical chemistry Volume I Quantitative
9th edition. Massachusetts : Massachusetts Institute of
Technology.
Vogel. 1979. Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan Semi Mikro edisi kelima bagian I. Jakarta : PT
Kalman Media Pustaka. s
Tulisan
ini hanya dapat dijadikan referensi buat Anda.
Anda
tidak diperkenankan menjadikan tulisan ini sebagai tugas kuliah/terstruktur.
©
2006
Rhyno Safryzal
Pend. Kimia
Universitas Tanjungpura
Pontianak
Email: rhyn_x19@yahoo.com
No comments:
Post a Comment