Sebagai bahan pembersih lainnya,
deterjen merupakan buah kemajuan teknologi yang memanfaatkan bahan kimia
dari hasil samping penyulingan minyak bumi, ditambah dengan bahan kimia
lainnya seperti fosfat, silikat, bahan pewarna, dan bahan pewangi.
sekitar tahun 1960-an, deterjen generasi awal muncul menggunakan bahan
kimia pengaktif permukaan (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) yang
mampu menghasilkan busa. Namun karena sifat ABS yang sulit diurai oleh
mikroorganisme di permukaan tanah, akhirnya digantikan dengan senyawa
Linier Alkyl Sulfonat (LAS) yang diyakini relatif lebih akrab dengan
lingkungan.
Pada banyak negara di dunia penggunaan
ABS telah dilarang dan diganti dengan LAS. Sedangkan di Indonesia,
peraturan mengenai larangan penggunaan ABS belum ada. Beberapa alasan
masih digunakannya ABS dalam produk deterjen, antara lain karena
harganya murah, kestabilannya dalam bentuk krim/pasta dan busanya
melimpah.
Penggunaan sabun sebagai bahan pembersih
yang dilarutkan dengan air di wilayah pegunungan atau daerah pemukiman
bekas rawa sering tidak menghasilkan busa. Hal itu disebabkan oleh sifat
sabun yang tidak akan menghasilkan busa jika dilarutkan dalam air sadah
(air yang mengandung logam-logam tertentu atau kapur). Namun penggunaan
deterjen dengan air yang bersifat sadah, akan tetap menghasilkan busa
yang berlimpah.
Sabun maupun deterjen yang dilarutkan
dalam air pada proses pencucian, akan membentuk emulsi bersama kotoran
yang akan terbuang saat dibilas. Namun ada pendapat keliru bahwa semakin
melimpahnya busa air sabun akan membuat cucian menjadi lebih bersih.
Busa dengan luas permukaannya yang besar memang bisa menyerap kotoran
debu, tetapi dengan adanya surfaktan, pembersihan sudah dapat dilakukan
tanpa perlu adanya busa.
Opini yang sengaja dibentuk bahwa busa
yang melimpah menunjukkan daya kerja deterjen adalah menyesatkan. Jadi,
proses pencucian tidak bergantung ada atau tidaknya busa atau sedikit
dan banyaknya busa yang dihasilkan. Kemampuan daya pembersih deterjen
ini dapat ditingkatkan jika cucian dipanaskan karena daya kerja enzim
dan pemutih akan efektif. Tetapi, mencuci dengan air panas akan
menyebabkan warna pakaian memudar. Jadi untuk pakaian berwarna,
sebaiknya jangan menggunakan air hangat/panas.
Pemakaian deterjen juga kerap menimbulkan
persoalan baru, terutama bagi pengguna yang memiliki sifat sensitif.
Pengguna deterjen dapat mengalami iritasi kulit, kulit gatal-gatal,
ataupun kulit menjadi terasa lebih panas usai memakai deterjen.
No comments:
Post a Comment